Oleh Syahar Banu*
(Dimuat di Majalah Bulanan Itrah Terbitan Islamic Cultural Center Jakarta Edisi Juli)
Masih ingat dengan cover majalah TIME yang menggemparkan dunia? Seorang gadis muda Afghanistan berpose close up dengan hidung dan kedua telinga terpotong yang kemudian jadi simbol ketertindasan perempuan disana. Ia mengalami penganiayaan karena mencoba lari dari keluarga yang menyiksanya. Ada lagi kisah sedih lainnya dari Afghanistan, salah satunya tentang gadis malang bernama Mujahedeh yang dibunuh ayahnya setelah menolak menikah dengan orang yang dijodohkan dengannya. Apalagi saat tahu bahwa orang yang dijodohkan dengannya tersebut berusia hampir sama dengan kakek nya.
Masih ingat dengan cover majalah TIME yang menggemparkan dunia? Seorang gadis muda Afghanistan berpose close up dengan hidung dan kedua telinga terpotong yang kemudian jadi simbol ketertindasan perempuan disana. Ia mengalami penganiayaan karena mencoba lari dari keluarga yang menyiksanya. Ada lagi kisah sedih lainnya dari Afghanistan, salah satunya tentang gadis malang bernama Mujahedeh yang dibunuh ayahnya setelah menolak menikah dengan orang yang dijodohkan dengannya. Apalagi saat tahu bahwa orang yang dijodohkan dengannya tersebut berusia hampir sama dengan kakek nya.
Banyaknya
kasus penganiayaan kepada perempuan di Afghanistan tidak hanya membuat mata
penduduk dunia mengarah kepada negara yang berbatasan dengan Iran di sebelah
barat ini, tapi juga menyorot pandangan Islam terhadap perempuan sebagai agama
mayoritas di sana. Budaya diskriminasi terhadap perempuan kental di Afghanistan
membuat wanita terpinggirkan dari berbagai sisi. 30 tahun perang membuat wanita
di Afghanistan kehilangan hak nya dalam pendidikan, perpolitikan dan tidak tahu
apapun mengenai hak asasi manusia maupun hak-hak wanita dalam Islam. Apalagi
80% wanita Afghanistan tinggal di pedesaan sehingga akses terhadap teknologi
informasi serba terbatas.
Belum
lagi dominasi pemerintah Taliban yang menganut Wahabisme dan membuat para
wanita Afghanistan semakin terkurung di dalam rumah tanpa pendidikan yang
layak. Dominasi laki-laki dan hak-hak wanita yang terabaikan membuat wanita
tidak banyak memiliki pilihan dalam hidupnya. Siklus hidup wanita disana hanyalah
menikah, melahirkan anak laki-laki lalu meninggal. Padahal sebagai Ibu mereka
juga perlu bekal dalam mendidik putra putrinya untuk menanamkan jiwa
revolusioner agar penjajahan di negerinya segera berakhir.
Selain
Afghanistan, ada juga ketidakadilan akibat pandangan masyarakat kepada wanita
di bagian utara India yang kini dikhawatirkan akan menyebar ke wilayah selatan
India. Ketidakadilan itu menyebabkan maraknya praktek aborsi di sana hanya
karena bayi yang dikandung adalah perempuan. Padahal Hindu dan Muslim sebagai
agama mayoritas di India telah mengharamkan praktek aborsi. Tradisi
tersebut menjadi masalah serius karena
mengakibatkan merosotnya jumlah populasi perempuan di sana dibanding laki-laki.
Tentu saja ini akan berdampak sistemik ketidakseimbangan dalam masyarakat. Anak
lelaki dipandang unggul karena dapat mencari nafkah dan menjadi ahli waris bagi
keluarga. Sebaliknya, anak perempuan adalah makhluk lemah yang hanya menjadi
beban dalam keluarga.
Mari
kita kembali mengenang sejarah terjadinya gerakan Feminisme setelah revolusi
Perancis dan Amerika. Saat itu wanita hak wanita terabaikan karena tidak berhak
mengenyam pendidikan, mendapatkan pekerjaan layak dan memiliki hak suara dalam
perpolitikan. Perjuangan untuk dimanusiakan dan setara itulah Feminisme
berasal.
Namun,
seiring mewabahnya liberalisme radikal yang menghalalkan segalanya atas nama
kebebasan berekspresi, gerakan Feminisme sudah banyak menyimpang dengan
memperjuangkan hak-hak liar seperti hak bertelanjang dada di depan umum seperti
layaknya lelaki yang banyak di dengungkan para aktivis feminis Go Topless dan
aktivis Femen. Berbagai gerakan emansipasi
wanita yang menutut kesamaan berbagai hal dengan pria mewabah dari negara maju
sampai negara berkembang. Dampak salah kaprah feminisme itu akhirnya melupakan
fitrah wanita yang harus menjaga kesucian dan sebagai madrasah pertama bagi
anak-anak dikarenakan wanita terlalu sibuk beraktifitas diluar rumah.
Dengan
melihat kasus di Afghanistan, India, Eropa dan Amerika tersebut sebenarnya bisa
kita tarik kesimpulan bahwa diskriminasi terhadap wanita tidak hanya terjadi di
negara berpenduduk Muslim, namun juga bisa terjadi dimanapun tempat yang tidak
memahami peran wanita dengan benar. Namun sayangnya, propaganda Feminisme
Liberal yang bekerjasama dengan media barat menuding bahwa Islam lah yang telah
yang melakukan banyak diskriminasi pada wanita, salah satunya dengan cara
mengutip ayat-ayat suci Al Quran yang salah dipahami.
Islam
mewajibkan wanita berperan dalam masyarakat sekaligus menjaga diri dengan Hijab.
Sayyidah Fatimah sa mencontohkan hal tersebut saat menuntut hak waris atas
tanah Fadak yang diberikan Rasul namun ditahan oleh Abu Bakar dengan alasan
Rasul tidak meninggalkan apa-apa kecuali agama Allah. Sayyidatunnisail ‘alamin ini berkhutbah mengeluarkan
argumentasi-argumentasi di depan Muhajirin dan Anshar tentang hukum-hukum warisan
kepada anak perempuan dalam Al Quran yang mematahkan argumentasi Abu Bakar. Khutbahnya
yang penuh argumentasi Qurani sekaligus logika yang sempurna telah tercatat di
berbagai riwayat baik dari sisi Syiah maupun Sunni. Itu menunjukkan, wanita Islam
tidak hanya harus terdidik dan cerdas, tapi juga harus bisa melawan ketidakadilan
yang menimpanya dan menyuarakan kebenaran.
Imam Khomeini berkata dalam sebuah wawancara dengan media Jerman tentang pandangan Tasyayyu’ terhadap wanita yang sebenarnya, “Tasyayyu’ adalah aliran revolusioner dan penerus agama Muhammad SAW, begitu pula pengikutnya yang selalu menjadi bahan (obyek) teror para pengecut dan penjajah. Tasyayyu’ bukan hanya tidak menolak peranan wanita dalam bidang-bidang kehidupan sosial politik selalu memposisikan wanita pada tempat yang tinggi ”
Lebih lanjut, Imam Khomeini menegaskan tentang partisipasi politik dan kesetaraan dalam Islam “Wanita juga memiliki hak berpolitik dan inilah tugas mereka. Seluruh wanita dan laki-laki harus masuk dalam masalah sosial, politik bahkan harus menjadi pemantau perkembangan politik yang ada, dan tidak hanya itu mereka juga di tuntut untuk menyumbangkan ide-ide mereka. Sekarang wanita harus melaksanakan tugas sosial dan agama mereka dan menjaga kehormatan umum dan di bawah kehormatan tersebut mereka melakukan urusan sosial dan politiknya.”
Dengan
berbagai penghormatan Islam kepada wanita, seharusnya wanita lebih memilih
menggunakan prinsip-prinsip Islam yang adil daripada ideologi lainnya. Dengan
Islam sebagai rahmatallil ‘alamin wanita
telah memperoleh hak sebagai manusia dan setara dengan lelaki. Bahkan Allah SWT
menempatkan wanita sebagai manifestasi sifat Jamaliah dan Sifat-sifat ar rahman
dan ar rahim Nya. Jadi, kehormatan
apalagi yang tidak diberikan Islam terhadap wanita?
*Mahasiswa
Falsafah dan Agama Universitas Paramadina
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Kamu?