Jumat, 22 Juni 2012

Wanita dan Kemanusiaan



Oleh Syahar Banu*

(Dimuat di Majalah Bulanan Itrah Terbitan Islamic Cultural Center Jakarta Edisi Juli)

Masih ingat dengan cover majalah TIME yang menggemparkan dunia? Seorang gadis muda Afghanistan berpose close up dengan hidung dan kedua telinga terpotong yang kemudian jadi simbol ketertindasan perempuan disana. Ia mengalami penganiayaan karena mencoba lari dari keluarga yang menyiksanya. Ada lagi kisah sedih lainnya dari Afghanistan, salah satunya tentang gadis malang bernama Mujahedeh yang dibunuh ayahnya setelah menolak menikah dengan orang yang dijodohkan dengannya. Apalagi saat tahu bahwa orang yang dijodohkan dengannya tersebut berusia hampir sama dengan kakek nya.

Banyaknya kasus penganiayaan kepada perempuan di Afghanistan tidak hanya membuat mata penduduk dunia mengarah kepada negara yang berbatasan dengan Iran di sebelah barat ini, tapi juga menyorot pandangan Islam terhadap perempuan sebagai agama mayoritas di sana. Budaya diskriminasi terhadap perempuan kental di Afghanistan membuat wanita terpinggirkan dari berbagai sisi. 30 tahun perang membuat wanita di Afghanistan kehilangan hak nya dalam pendidikan, perpolitikan dan tidak tahu apapun mengenai hak asasi manusia maupun hak-hak wanita dalam Islam. Apalagi 80% wanita Afghanistan tinggal di pedesaan sehingga akses terhadap teknologi informasi serba terbatas.

Belum lagi dominasi pemerintah Taliban yang menganut Wahabisme dan membuat para wanita Afghanistan semakin terkurung di dalam rumah tanpa pendidikan yang layak. Dominasi laki-laki dan hak-hak wanita yang terabaikan membuat wanita tidak banyak memiliki pilihan dalam hidupnya. Siklus hidup wanita disana hanyalah menikah, melahirkan anak laki-laki lalu meninggal. Padahal sebagai Ibu mereka juga perlu bekal dalam mendidik putra putrinya untuk menanamkan jiwa revolusioner agar penjajahan di negerinya segera berakhir.

Selain Afghanistan, ada juga ketidakadilan akibat pandangan masyarakat kepada wanita di bagian utara India yang kini dikhawatirkan akan menyebar ke wilayah selatan India. Ketidakadilan itu menyebabkan maraknya praktek aborsi di sana hanya karena bayi yang dikandung adalah perempuan. Padahal Hindu dan Muslim sebagai agama mayoritas di India telah mengharamkan praktek aborsi. Tradisi tersebut  menjadi masalah serius karena mengakibatkan merosotnya jumlah populasi perempuan di sana dibanding laki-laki. Tentu saja ini akan berdampak sistemik ketidakseimbangan dalam masyarakat. Anak lelaki dipandang unggul karena dapat mencari nafkah dan menjadi ahli waris bagi keluarga. Sebaliknya, anak perempuan adalah makhluk lemah yang hanya menjadi beban dalam keluarga.

Mari kita kembali mengenang sejarah terjadinya gerakan Feminisme setelah revolusi Perancis dan Amerika. Saat itu wanita hak wanita terabaikan karena tidak berhak mengenyam pendidikan, mendapatkan pekerjaan layak dan memiliki hak suara dalam perpolitikan. Perjuangan untuk dimanusiakan dan setara itulah Feminisme berasal.

Namun, seiring mewabahnya liberalisme radikal yang menghalalkan segalanya atas nama kebebasan berekspresi, gerakan Feminisme sudah banyak menyimpang dengan memperjuangkan hak-hak liar seperti hak bertelanjang dada di depan umum seperti layaknya lelaki yang banyak di dengungkan para aktivis feminis Go Topless dan aktivis Femen.  Berbagai gerakan emansipasi wanita yang menutut kesamaan berbagai hal dengan pria mewabah dari negara maju sampai negara berkembang. Dampak salah kaprah feminisme itu akhirnya melupakan fitrah wanita yang harus menjaga kesucian dan sebagai madrasah pertama bagi anak-anak dikarenakan wanita terlalu sibuk beraktifitas diluar rumah.

Dengan melihat kasus di Afghanistan, India, Eropa dan Amerika tersebut sebenarnya bisa kita tarik kesimpulan bahwa diskriminasi terhadap wanita tidak hanya terjadi di negara berpenduduk Muslim, namun juga bisa terjadi dimanapun tempat yang tidak memahami peran wanita dengan benar. Namun sayangnya, propaganda Feminisme Liberal yang bekerjasama dengan media barat menuding bahwa Islam lah yang telah yang melakukan banyak diskriminasi pada wanita, salah satunya dengan cara mengutip ayat-ayat suci Al Quran yang salah dipahami.

Islam mewajibkan wanita berperan dalam masyarakat sekaligus menjaga diri dengan Hijab. Sayyidah Fatimah sa mencontohkan hal tersebut saat menuntut hak waris atas tanah Fadak yang diberikan Rasul namun ditahan oleh Abu Bakar dengan alasan Rasul tidak meninggalkan apa-apa kecuali agama Allah. Sayyidatunnisail ‘alamin ini berkhutbah mengeluarkan argumentasi-argumentasi di depan Muhajirin dan Anshar tentang hukum-hukum warisan kepada anak perempuan dalam Al Quran yang mematahkan argumentasi Abu Bakar. Khutbahnya yang penuh argumentasi Qurani sekaligus logika yang sempurna telah tercatat di berbagai riwayat baik dari sisi Syiah maupun Sunni. Itu menunjukkan, wanita Islam tidak hanya harus terdidik dan cerdas, tapi juga harus bisa melawan ketidakadilan yang menimpanya dan menyuarakan kebenaran.

Imam Khomeini berkata dalam sebuah wawancara dengan media Jerman tentang pandangan Tasyayyu’ terhadap wanita yang sebenarnya, “Tasyayyu’ adalah aliran revolusioner dan penerus agama Muhammad SAW, begitu pula pengikutnya yang selalu menjadi bahan (obyek) teror para pengecut dan penjajah. Tasyayyu’ bukan hanya tidak menolak peranan wanita dalam bidang-bidang kehidupan sosial politik selalu memposisikan wanita pada tempat yang tinggi ”

Lebih lanjut, Imam Khomeini menegaskan tentang partisipasi politik dan kesetaraan dalam Islam “Wanita juga memiliki hak berpolitik dan inilah tugas mereka. Seluruh wanita dan laki-laki harus masuk dalam masalah sosial, politik bahkan harus menjadi pemantau perkembangan politik yang ada, dan tidak hanya itu mereka juga di tuntut untuk menyumbangkan ide-ide mereka. Sekarang wanita harus melaksanakan tugas sosial dan agama mereka dan menjaga kehormatan umum dan di bawah kehormatan tersebut mereka melakukan urusan sosial dan politiknya.”



Dengan berbagai penghormatan Islam kepada wanita, seharusnya wanita lebih memilih menggunakan prinsip-prinsip Islam yang adil daripada ideologi lainnya. Dengan Islam sebagai rahmatallil ‘alamin wanita telah memperoleh hak sebagai manusia dan setara dengan lelaki. Bahkan Allah SWT menempatkan wanita sebagai manifestasi sifat Jamaliah dan Sifat-sifat ar rahman dan ar rahim Nya. Jadi, kehormatan apalagi yang tidak diberikan Islam terhadap wanita?

*Mahasiswa Falsafah dan Agama Universitas Paramadina

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Kamu?