Dulunya di daerah Eropa, merajut adalah kesenian milik laki-laki karena merajut dianggap cukup rumit untuk dikerjakan wanita. Semua pekerja rajutan komersial adalah lelaki. Lelaki biasa mengobrol sambil mengisi waktu luang dengan merajut. Sampai-sampai para tentara yang di medan perang dunia I dan II harus merajut sendiri kaos kakinya pada musim dingin. Karena kaos kaki rajutan yang dikirim negara ke medan perang tidak pernah cukup banyak untuk ribuan tentara. Sehingga merajut merupakan pekerjaan di waktu senggang para tentara. SSungguh aneh mendapati tentara yang tidak bisa merajut karena akan dianggap sebagai lelaki manja yang hanya mengandalkan stok kaos kaki rajutan dari negara. Kelihaian para lelaki di Eropa membuat rajutan juga membuat para wanita sering memamerkan topi, sarung tangan dan syal hasil kreasi pacar atau suaminya di pesta-pesta musim dingin.
Bahkan, di sekolah-sekolah daerah Scandinavia dulu, seorang lelaki tidak akan bisa lulus sekolah kalau belum bisa membuat sepasang sarung tangan rajutan. Sehingga kuat dugaan bahwa rajutan juga mempengaruhi kualitas SDM lelaki pada saat itu.
Di daerah Arab dan Mesir, para pria juga merajut untuk membuat permadani sebagai pekerjaan maupun melengkapi perlengkapan rumah tangga. Ada banyak penemuan kuno yang mengungkapkan bahwa merajut adalah salah satu kekayaan budaya di daerah Arab. Umumnya pekerjaan itu juga dilakukan para lelaki.
Sekarang, pekerjaan merajut telah diambil alih oleh wanita. Wanita yang bisa merajut diangap sebagai wanita yang lembut dan feminin. Di dalam dongeng sering di ceritakan sosok nenek yang sering duduk di kursi goyang sambil merajut topi untuk cucunya. Juga sering diceritakan bahwa ibu hamil merajut baju-baju mungil untuk anaknya yang masih di dalam kandungan.
Pergeseran pekerjaan antara lelaki dan perempuan itu mungkin juga terkait dengan revolusi Industri di perancis yang membuat para wanita juga menjadi buruh di pabrik-pabrik rajutan dengan bayaran yang lebih rendah dari lelaki. Buruh lelaki di pabrik tekstil hampir semuanya tergantikan dengan buruh perempuan sehingga membuat beberapa pekerjaan yang awalnya milik pria menjadi pekerjaan milik wanita sampai sekarang.
Sayang sekali ya... kalau seni merajut masih jadi milik lelaki, akan romantis jadinya kalau kita bisa memakai syal bikinan pacar. Sekarang sih malah terbalik, lelaki yang selalu berharap dapat syal rajutan tangan dari wanita seperti di komik-komik jepang sebagai tanda cinta >,<. Sering ada cerita di komik romantis jepang kalau syal atau sweater rajutan tangan adalah kado natal yang paling romantis dari perempuan ke lelaki yang dicintainya.
Bahkan aku sempat belajar merajut demi membuatkan calon pacar syal rajutan, siapa tahu berguna untuk menemaninya melewati musim dingin. Kalau tau sejarah awalnya begitu, aku tidak akan terlalu berusaha membuatnya... ^[T__T]^ Sampai-sampai aku meminjam buku teknik merajut milik Nila dan belajar merajut darinya.
Sekarang aku tidak lagi melanjutkan rantai rajutanku karena tidak tahu mau di berikan ke siapa. Aku pun berfikir bila membuatuhkan syal, aku akan memesannya saja pada ibu pembuat rajutan yang biasa berjualan di depan Trans TV. Walau agak mahal, aku senang membantu Ibu itu supaya bisa terus berkarya di saat ibu tua yang lain sudah tidak lagi produktif.
Sumber : Buku dongeng Princess of the Midnight Ball karya Jessica Day George dan berbagai sumber internet yang disarikan ulang.
Makasih nih informasi sejarahnya...
BalasHapusSama-sama :). Makasih sudah mampir...
Hapus