Kamis, 09 Juli 2015

Puskesmas adalah Kita

Kamu pernah berobat ke Puskesmas?

Hatiku rasanya dekat sekali dengan Puskesmas. Aku lahir di Puskesmas. Rumah kakek hanya berjarak 10 menit jalan kaki ke sana. Jadi, ketika Ibuku mulai kontraksi, pilihan terdekat hanyalah ke Puskesmas itu. Rumah sakit lokasinya berkilo-kilo meter dari rumah. Ada opsi dukun beranak. Tapi Ibuku lebih percaya bidan untuk urusan melahirkan. 

Saat masih kecil, mbakku pernah mengolok-olokku karena aku satu-satunya anak dalam keluarga yang lahir di Puskesmas. Semuanya lahir di rumah sakit yang nyaman di Jakarta atau di Bekasi. Aku hanya numpang lahir di kampung. Dan pas banget, lokasinya di Puskesmas.

Saat itulah aku punya anggapan bahwa Puskesmas identik dengan tempat orang kampung berobat yang pelayanannya serba minim. 

Waktu SD, Aku pernah protes sambil menangis ke Ibu kenapa harus dilahirkan di Puskesmas kampung? Padahal selama hamil Ibu tinggal di Jakarta. Numpang lahir kok ya di kampung. Gara-gara itu aku jadi diejek mbakku.

"Sini..." Ibu memegang tangan kananku dan mendekatkannya ke mulut, "kamu ibu balikin ke perut lagi. Ibu makan. Tangannya dullllu yaaaa.... Aum… Lehernya mana sini lehernya, Auuuum… Sini sini mana perutnyaaaa... Auuuum... Nyam...nyam.. nyam... Enaaaak..." Aku kegelian. Ibu pura-pura mengunyah, " Nanti kalau udah di perut semua, ibu mau pindah ke luar negeri. Naik pesawat. Biar kamu bisa lahir lagi di Rumah Sakit bagus, di luar negeri sekalian."

Gara-gara Ibu begitu, aku jadi lupa kenapa tadi mesti menangis. 

Beranjak dewasa, aku jadi orang yang sinis banget sama pemerintah. Lahir di mana saja juga sama paitnya. Tapi, setelah aku pikir-pikir, lama kelamaan aku paham bahwa sebenarnya keberadaan Puskesmas di sebuah desa adalah salah satu hal keren yang sudah dirintis pemerintah. Beberapa Puskesmas sudah menyediakan ruang rawat inap, poli gigi, poli Ibu dan anak yang cukup memadai untuk keperluan tahap awal pengobatan.

Teteup loh ya, kalau pelayanannya busuk, males banget muji-muji Pemerintah. 

Di Kecamatan Mampang Prapatan sini, setiap desanya ada satu Puskesmas yang berdiri. Kalau penyakit kita tak bisa ditangani Puskesmas desa karena butuh fasilitas yang lebih lengkap, kita akan dirujuk ke Puskesmas daerah yang punya fasilitas dan dokter ahli. Kalau di Mampang Prapatan, Puskesmas Daerahnya sedang dalam proses metamorfosis jadi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dengan dilengkapi kamar inap, dokter, dan laboratorium yang memadai.

Mestinya keadaan di daerah lain tidak jauh beda. Semoga saja ada Puskesmas bagus di sana.

Jika kita periksa ke Klinik Swasta, untuk pemeriksaan standar yang ditanyai sakit apa sambil diperiksa tekanan darah dan detak jantung, seorang pasien mesti keluar uang sekitar IDR 50.000-150.000 plus tebus obat. Dengan pemeriksaan yang sama di Puskesmas, biayanya cuma IDR 2.000 sudah plus obatnya. Kalau punya BPJS malah bisa gratis. 

Waktu pertama kali ke Puskesmas lagi, aku girang luar biasa karena ternyata berobat bisa lebih murah dari naik Kopaja.

Biaya untuk cek darah di Klinik dan laboratorium swasta bisa ratusan ribu sampai jutaan. Tapi di Puskesmas, cek darah lengkap cuma butuh biaya IDR 50.000. Tentu saja bisa gratis untuk pasien BPJS.

Bahkan untuk penderita kelainan darah maupun antibody seperti Lupus, Anemia, Thalasemia dan lainnya, tes darah di laboratorium Puskesmas untuk deteksi dini juga sudah sangat memadai, dan yang penting, Murah! Untuk pengobatan selanjutnya bisa tanya ke dokter yang bersangkutan. Kemungkinan besar, -menurut perkiraanku- akan dirujuk dan diarahkan untuk bertemu dokter ahlinya.

Beberapa Puskesmas daerah yang bekerjasama dengan lembaga-lembaga macam Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TP2A) malah sudah bisa melakukan visum kepada korban kekerasan seksual plus cek HIV/AIDS/PMS (Penyakit Menular Seksual) dengan pendampingan. P2TP2A ini ada di berbagai wilayah di Indonesia. Silakan browsing sendiri ya.

Pegawai P2TP2A di Bandung pernah bilang padaku, "Biasanya, korban pemerkosaan yang meminta bantuan pendampingan atau advokasi ke sini dalam keadaan bersih. Maksudnya, dia sudah mandi. Padahal, untuk keperluan visum, sebaiknya korban tidak mandi dulu biar semua jejaknya masih utuh dan bisa jadi tanda bukti yang kuat jika korban mau menindaklanjuti laporan ke pihak kepolisian."

P2TP2A belum ada di banyak kota. Makanya, kalau tidak ada, kita bisa melakukan pemeriksaan itu secara mandiri. Lebih baik periksa untuk tahu keadaan tubuh kita daripada terlanjur. Jika ada sesuatu yang mengkhawatirkan dan tidak dapat ditangani Puskesmas, langsung bisa dirujuk ke rumah sakit daerah yang masih punya koneksi dengan puskesmas.

Di Puskesmas Kemang, ada dokter Rebbeca yang sudah terkenal sebagai orang yang bisa ditanya dan melakukan pemeriksaan soal HIV/AIDS. Rahasia juga terjamin. Bisa Gratis juga kok. Paling bayar pendaftaran tetep IDR 2000 ya. Kabarnya di RS Carolus juga bisa Gratis.

Tidak harus jadi nakal dan gonta ganti pasangan untuk tes HIV/AIDS. Karena kita tak tahu transfusi darah jenis apa yang masuk ke dalam tubuh kita. Kita tak tahu apakah pasangan kita benar-benar hanya mengonsumsi "menu" di rumah atau "jajan". Karena pengidap HIV/AIDS belakangan ini justru Ibu Rumah Tangga baik-baik yang tak pernah macam-macam di luar rumah. Makanya, lebih baik deteksi sejak dini. Tidak perlu malu untuk kesehatan. 

Di Puskesmas daerah Bangka, Pela Mampang, Tegal Parang, dan berbagai Puskesmas daerah lainnya di luar Jakarta, ada kampanye gerakan IVA (Intip Vagina Anda). Jangan salah paham ya karena ada kata intip intipnya, IVA itu sebuah gerakan untuk meraih kepedulian perempuan terhadap organ reproduksinya. Fungsi utamanya adalah deteksi awal kanker Serviks dengan kapas dan Cuka. Caranya, kapas dibasahi cuka, lalu dokter akan mengintip vagina kita dengan menempelkan kapas dan cuka itu ke Vagina. Jika ada pengapuran di kapas, maka dikhawatirkan ada bibit kanker serviks di sana. Metode ini harus dilakukan oleh dokter beneran lho ya. Don't try this at home. Nggak usah sok sok an main dokter dokteran sama pacar buat mraktekin metode ini ya. Itu mah 100% modus doang. Amannya, ya IVA aja di Puskesmas. 

Di Puskesmas, periksa IVA cuma perlu bayar IDR 5.000. Kalau terdeteksi ada kanker, akan langsung cek cryo dengan biaya IDR 70.000. Sepertinya kalau punya BPJS bisa gratis. 

Sayangnya, fasilitas dan pelayanan yang ada di berbagai puskesmas tidak sama. Tahun 2010, aku masih mengalami Puskesmas di Jakarta yang jam 11 pagi sudah tutup. Di tahun 2015, keadaan berubah. Puskesmas buka dari jam 7 atau 8 pagi sampai jam 4. Berkat Ahok juga yang minta Puskesmas buka sampai sore.

Jam pelayanan Puskesmas di daerah sekarang ini bagaimana ya? Yang jelas, jika jam 11 dan 12 pagi sudah tidak menerima pasien, maka Pueskesmas itu melakukan pelanggaran. Sila laporkan dinas terkait di Kabupaten/Kecamatan terdekat.

Masalah pendidikan, kesejahteraan, dan kesehatan di Indonesia itu adalah tingginya ketimpangan antar daerah. Di suatu daerah bisa saja ada satu Puskesmas yang lengkap pelayanannya. Tapi di tempat lain, fasilitasnya mengenaskan. Pelayanan dokternya busuk, obatnya kadaluarsa.

Pas ketemu fasilitas kesehatan yang kacau, orang jadi hilang minat untuk periksa. Takut nggak ditangani dengan benar lah, takut kurang bisa jaga privasi lah. Khawatir ini itu. Kalau aku sih selalu khawatir saat ke poli gigi Puskesmas. Menurut pengalaman, biasanya alat kesehatannya masih bau mulut orang lain walau sekilas tampak sangat bersih. Awalnya aku ingin menyalahkan Puskesmas. Wajar aja bau karena bayarnya murah. Tapi, suatu ketika aku periksa gigi ke Rumah Sakit dan ke dokter Gigi yang buka praktek di rumah. Ternyata bau juga.

Mestinya pelayanan itu tidak ditentukan karena harga. Ini menyangkut integritas tenaga kesehatan di tempat masing-masing. Masalah kesehatan itu dekat dengan masalah kemanusiaan. Masak iya, kemanusiaan tergantung bayarnya berapa. Kalaupun itu realitas yang terjadi, sayang sekali jika terus dilenggangkan.

Untuk orang sepertiku yang sering kena Panic Attack tiap kali ke Rumah Sakit dan di alam bawah sadarku yang oknyol takut hantu-hantu yang gentayangan di sana, Puskesmas sih cocok. Walau beberapa kali komplain sama pelayanannya, bukan berarti aku jadi membenci. Toh RS negeri dan swasta yang bayar mahal pun juga sering salah-salah pelayanannya. Jadi ya nggak sampe bikin kapok untuk periksa ke sana.

Dengan adanya Puskesmas, semua orang bisa berobat. Kalau pakai BPJS atau kartu-kartu lainnya, biasanya perlu rujukan ke fasilitas kesehatan Tingkat I. Ya Puskesmas itu salah satunya.

Tentu saja tidak optimal. Tentu saja masih ada kekacauan di sana sini dibanding Rumah Sakit. Tapi, adanya Puskesmas itu udah lumayan banget. Menjangkau sampai ke pelosok desa. Asal administrasi kenegaraan kita beres, hampir semua orang bisa periksa. Gampang banget cara manfaatin fasilitas kesehatan itu. Karena mestinya, Puskesmas adalah Kita.

Aku sih gitu ya, nggak tau kalau mas Anang.

2 komentar:

  1. Hahaha.. Iyap setuju banget. Waktu sekolah di purworejo berasa banget gimana senengnya bisa berobat di puskesmas hanya dengan bisaya kurang dari 20rb. Udah lupa gimana rincian biayanya. Yang jelas kurang dari 20rb. Semenjak balik lagi ke bekasi belum pernah ke puskesmas. Jadi masih bertanya tanya apakah biaya di puskesmas bekasi sama dengan biaya di puskemas di kota kecil.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mestinya sama. Yang beda paling jam kerjanya. Coba aja...

      Hapus

Komentar Kamu?