Rabu, 16 Januari 2013

Sekilas Tentang Teologi ke Antropologi ala Ludwig Feuerbach


Kehidupan
Feuerbach adalah salah satu Hegelian sayap kiri. Awalnya ia juga belajar ilmu-ilmu protestan. Ia mempelajari teologi dan pada tahun 1825 Ia mulai meninggalkan ilmu teologi yang dipelajarinya untuk belajar filsafat. Ia bahkan pernah mengajar tanpa dibayar. Pengabdiannya tersebut juga tidak memberikan Ia jabatan akademis hingga Ia memutuskan untuk keluar dari universitas dan belajar secara otodidak. Karyanya adalah kritik terhadap religiusitas yang diagung-agungkan oleh para manusia pada umumnya.

Pemikiran Filsafat
Menurut Feuerbach, sistem filosofis yang ditegakkan Hegel adalah sebagai puncak tertinggi dari Rasionalisme Eropa. Namun secara konkret sisitem Hegelian tidak cocok diterapkan dimanapun. Kenyataan indrawi yang konkret adalah alam material sebagai kenyataan akhir. Alam diketahui lewat pikiran. Objek dapat diketahui sebagai objek yang sadar, artinya bahwa manusia dapat mencapai kesadarannya hanya dengan cara membedakan dirinya dengan Alam tersebut. Alam adalah dasar bagi para manusia. “Idea”,“Roh”, “logos” diubah menjadi materialisme.

Jika alam material adalah alam, maka manusia dapat merefleksikan hakikat dirinya sendiri. Hakikat manusia yang dimaksud disini adalah rasio, kehendak, dan hatinya. Ketiganya dapat direalisasikan sampai tak terbatas menjadi sesuatu yang disebut “Allah”. Dalam kristen Allah dipahami sebagai Yang Mahabaik (kehendak sempurna), Yang Mahatahu (rasio), dan Kasih (hati sempurna). Hakikat Allah adalah hakikat kita sendiri yang sudah dibebaskan dari segala keterbatasan. Dengan mengandaikan hakikat Allah ada pada hakikat manusia, maka teologi agama kristen hanyalah sebuah antropologi belaka. Dan teori Hegel justru sebagai pembuktian kebenaran Kristen itu sendiri. Inilah yang dikritik keras Feuerbach dari Hegel.

Manusia memiliki kekuatan hakiki sendiri berupa kemampuan berpikir tentang kesempurnaan, menghendaki kebaikan dan merasakan cinta. Namun segala sifat tersebut memiliki keterbatasan. Sedangkan ada sebuah kenyataan yang diluar dirinya yang memiliki sesuatu tak terbatas yang disebut sebagai kenyataan objektif. Kesadaran manusia itu menurut istilah Feuerbach disebut dengan proyeksi diri yang menjadi sebuah alienasi diri. Dengan memproyeksikan dirinya sendiri keluar, manusia menganggap hasil proyeksinya sebagai sesuatu yang lain dari dirinya sendiri dan menghadapi dirinya sendiri sebagai objek. Tuhan sebagai proyeksi diletakkan menjadi Yang Sempurna dan manusiamalah meletakkan dirinya sebagai sifat kebalikan dari Tuhan dan disifati dengan sesuatu yang hina. Misalkan, Tuhan Mahabaik, maka manusia itu buruk. Tuhan Suci sedangkan manusia itu jahat. Padahal menurut Feuerbach Allah yang diagungkannya adalah tak lain dengan hakikatnya sendiri. Allah sebagai alienasi dari manusia sendiri memberikan kesimpulan bahwa agama tak lain hanyalah sebuah kenyataan negatif yang harus diatasi oleh manusia. 

Tapi bukan berarti agama tidak ada gunanya. Karena seperti yang telah disebutkan diatas, manusia harus menyadari hakikat dirinya dengan melakukan proyeksi diri. Dalam Kristen, puncak proyeksi diri ada pada Putra Allah yang harus dicapai lebih dahulu sebelum kita benar-benar melepasnya dan menuju konsep-konsep antropologi. Pada akhirnya, teologi tersebut akan beralih pada antropologi. Proses ini menurut Feuerbach adalah seperti manusia yang terbangun dari mimpi-mimpinya dan menyadari diri sepenuhnya bahwa tujuan hidupnya itu adalah dirinya sendiri. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Kamu?