Akhir-akhir ini aku sedang tidak sehat. Dikalahkan cuaca dan merasa agak terhina karena itu. Sedang jengkel juga dengan hujan yang enggan absen disetiap harinya. Hujan, seperti sedang menertawakan orang sepertiku yang terlalu pengecut untuk menerjangnya demi kuliah pagi jam 7.
Setiap malam aku batuk. Benar-benar batuk sampai capek dan tidak bisa tidur. Bukan batuk berdahak. Aku kurang ahli dalam menentukan batuk seperti apa yang menderaku. Yang jelas, karena ini, aku harus menaruh selimut tebal-tebal agar dingin tidak menyerang langsung tubuhku. Rasanya dingin. Padahal suhu tubuhku normal. Kata teman yang main ke kamar, kamar ku cukup hangat. Tapi aku tetap kedinginan. Ada sesuatu yang rasanya menekan di dada jika tidak dihadang oleh selimut berlapis-lapis.
Rasanya ini sudah terjadi sepanjang Januari.
Sudah minum obat batuk sirup tapi masih belum ada perkembangan.
Aku tidak berani ke dokter. Aku takut rumah sakit. Payah sekali. Pengalaman ke dokter selalu buruk.
Penampilanku belakangan ini juga akan aneh karena aku pakai syal kemana-mana seolah sedang berada di tengah musim dingin Eropa. Syal ku sangat tebal. Melilit leher dan bertumpuk di depan dada. Karena saat gerimis atau hujan, aku kedinginan. Kedinginan membuat aku batuk juga. Entah pagi, siang ataupun malam.
Aku jadi kangen saat-saat tidur malam dengan nyenyak tanpa batuk. Aku sudah lupa rasanya melalui malam-malam tanpa batuk.
Jangan tanya macam-macam dan menganalisa macam-macam. Kau akan tampak memuakkan di depan ku. Aku sungguh-sungguh.
Jika ingin peduli, atau ingin berkontribusi dalam hidupku, kau bisa memilih salah satu dari 2 hal ini :
Opsi pertama, temani aku ke dokter atau rumah sakit. Pastikan bahwa dokter tidak memberi suntikan atau bicara hal-hal menakutkan. Pastikan aku tidak lemas di tempat saat bau obat menyerobot masuk ke indra penciumanku yang super sensitif. Pastikan bahwa dokter memeriksa atau meraba di tempat yang semestinya. Aku punya pengalaman buruk berada di ruang pemeriksaan sendirian. Maka, tolong mengertilah. Berjanjilah untuk memastikan hal itu.
Opsi kedua, peluk aku waktu tidur dan elus kepalaku saat aku mulai "ritual" batuk ini. Pastikan bahwa sekalipun aku batuk, mataku tetap terpejam dan beristirahat. Kemudian bangunkan aku pagi-pagi pukul 5 karena pada pukul 7 aku harus berangkat kuliah. Aku tidak bisa skip kelas lagi. SKS ku berantakan. Ingatkan juga untuk minum air putih banyak-banyak di pagi hari.
Kalau tidak bisa melakukan 2 hal itu, diamlah. Jangan banyak komentar. Yang bisa dan harus kau lakukan adalah berdoa diam-diam agar ada yang melakukan itu untukku atau tiba-tiba ada orang dengan kesaktian Yesus sang penyembuh datang untuk memulihkanku. Doakan saja diam-diam, agar aku tidak merasa ada orang yang prihatin terhadap ku. Masak prihatin? Kayak SBY aja. Jadi kalau ada yang prihatin, aku akan merasa terhina karena miirip SBY ke rakyat nya.
Disfungsi organ itu hal biasa. Jangan disikapi dengan heboh, Aku juga merasa keadaan ku biasa saja. Batuk bukan akhir dunia. Batuk tidak sesakit selusin kebohongan mantan kekasih yang baru saja menikah. Batuk itu pernah dialami semua orang. Tidak perlu mengkhawatirkan aku. Khawatirkan saja Sinabung, Merapi, dan gunung-gunung lain yang batuknya membuat orang-orang mengungsi.
Demikian kabar terakhir ku. Disamping batuk, aku juga masih bahagia. Masih sanggup membahagiakan orang disekitarku juga. Kalau tidak bahagia, silakan cari kebahagiaan sendiri.
Kalau kau merasa menderita karena aku, ya berarti salah berharap. Jangan berharap untuk tidak menderita jika berurusan dengan penderita batuk. Logika macam apa yang dipakai untuk minta dibahagiakan oleh seorang penderita? Masak iya pakai logika moral ala alumni UI yang "aktivis moral" itu? Yang suka pakai kata "saya sudah ini itu" di akun sosial media organisasi. Jangan seperti itu. Fallacy jangan ditiru. Jangan ya! Berjanjilah! Kalau mau pakai kata "Logika Moral" untuk lucu-lucuan, masih boleh. Asal lucu beneran.
Sekian dan terima nasib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Kamu?