Sabtu, 23 November 2013

Aku Belum Tamat Baca Falsafatuna Lho

Sumber gambar : www.goodreads.com
Buku Filsafat yang pertama kali aku baca adalah Novel Dunia Sophie punya kakak ku. Bacanya pas aku SMP. Walau sebenarnya nggak ngerti persis apa yang dibicarakan, rasanya aku punya banyak energi yang nggak bisa tersalurkan lewat aktifitas selain baca buku. Aku bukan tipe anak yang sporty dan suka main lari-larian soalnya. Prinsip bacanya waktu itu adalah, ngerti nggak ngerti, pokoknya baca aja.

Kemudian, calon kakak ipar (sekarang udah jadi kakak ipar beneran) punya buku judulnya Falsafatuna karya Muhammad Baqir Sadr, katanya buku itu keren dan jadi kajian di HMI saat itu. Aku akhirnya ikut baca buku itu cuma karna kakak ipar dan kakak ku bilang buku itu keren. Dulu, aku emang punya kecenderungan untuk meniru apa yang kakakku lakukan. Kalau dia bilang sesuatu itu keren, berarti itu pasti keren. Kakakku kan mahasiswa Sastra di UNS, kakak ipar mahasiswa Fisika di kampus yang sama. Jadi pasti mereka berdua ini keren. Lebih keren dari aku yang baru aja masuk kelas 1 SMA (atau malah masih SMP ya, lupa) dan nggak ngerti apa-apa selain nantangin orang-orang untuk tanding catur. (kakak-kakakku yang baca ini, koreksi ya kalau aku salah periodisasinya :p)

Buku itu nggak selesai aku baca. Aku beneran nggak ngerti sama sekali sama term-term filsafat yang bertebaran di buku itu. Buku itu akhirnya tergulung begitu saja. Karena aku sibuk dengan buku filsafat yang lain, yaitu buku Harry Potter and the Philosopher's Stone. 

Sekalipun aku berhasil lolos seleksi kelas epistomologi (yang masuknya pake tes logika dan masih heran kenapa aku bisa masuk kelas itu padahal aku nggak ngerti apa2) bersama 2 kakak ku, aku tetep aja nggak ngerti buku falsafatuna. Di kelas, aku cuma pendengar dan sesekali mengantuk. Berkat kelas itu, aku berkenalan dengan term filsafat yang sampai sekarang masih melekat. Yaitu ilmu Hudhuri, ilmu Khusuli. Itu kelas 2 SMA. Pengajarnya sekarang jadi temen juga di FB ku. Dia masih inget aku nggak ya... Soalnya aku pendek dan kecil banget dulu. 

Sampai akhirnya, di masa kuliah, aku baru tau ada banyak kesalahan penerjemahan bahasa Indonesia di buku falsafatuna itu. Aku jadi punya pembenaran, kenapa aku nggak ngerti buku itu. Sebenernya kita nggak boleh cari-cari pembenaran sih. Tapi gimana lagi ya. Font buku itu kecil-kecil, aku ngantuk baca bukunya. Seorang dosen menyarankan untuk membaca versi bahasa Inggrisnya saja karena terjemahan inggrisnya jauh lebih baik. Aku mengiyakan, tapi sampai sekarang aku belum baca versi inggrisnya. Maaf ya :((

Buku Falsafatuna, masih jadi buku filsafat yang cukup misterius sampai sekarang. Karena setiap orang bilang betapa kerennya buku itu. Aku juga merekomendasikan buku itu ke orang-orang yang mau belajar filsafat. Dengan harapan, setelah mereka membaca buku itu, mereka bisa mendiskusikannya. Dengan begitu, aku bisa mencuri dengar apa isi buku itu. Orang-orang pikir, aku sudah baca buku itu, karena aku bisa menanggapi apa yang mereka katakan. Padahal tanggapanku adalah hasil bacaan dari buku filsafat lainnya. Bukan Falsafatuna. 

Di Hari Filsafat sedunia yang mulia ini, aku mau mengaku, kalau aku sebenarnya belum tamat memahami dan membaca buku Falsafatuna. Maaf buat teman-teman yang dulu pernah diskusi tentang buku itu. Aku pernah bilang ini sama seorang teman yang sering diskusi filsafat dengan ku kalau aku belum baca buku itu, tapi dia nggak percaya dan malah bilang, "kamu tawadhu sekali." Padahal aku jujur, mengatakan yang sebenarnya. Apakah aku terlalu berwajah pintar??? Ah, anggap saja begitu.

Ps : Sebenernya ini postingan foto di Facebook pas #WorldPhilosophyDay tanggal 21 November kemarin. Mau diposting di sini tapi lupa. Dari komentar teman-teman di Facebook, mereka emang bilang buku ini emang keren. Banyak juga yang nggak ngerti saking berbobotnya. Ada yang harus membacanya berkali-kali. Intinya, I'm not alone. Rasanya, aku berhutang pada ilmu pengetahuan kalau sampai nggak baca buku ini sampai tamat. Aku juga harus paham. 

Dengan nama ilmu Nya yang sangat luas, tuntunlah aku menuju jalan cahaya. Amin.

Oh iya, jangan lupa baca buku-nonton film-diskusi-nulis supaya kita terus mengaktual.

3 komentar:

  1. saya juga belum kelar bacanya, hehehee.., sepertinya perlu dibahas dalam kajian per kajian...

    BalasHapus
  2. Bang Haerul. Hahaha, memang. Makanya itu... Ayo kita baca deh. Mungkin edisi terbaru terjemahannya lebih bagus.

    BalasHapus

Komentar Kamu?