Rabu, 19 Juli 2017

Hancur

Gadis itu telah mengalami banyak hal di dalam hidupnya. Namun ternyata, di dalam dirinya masih tersimpan sesuatu yang naif dan membuatnya percaya bahwa suatu hari nasib baik akan menyembuhkan lukanya.

Pikiran naifnya mulai bertanya-tanya, "kenapa ya, ada orang yang menyakiti orang lain yang tidak pernah menyakitinya? Rasanya dalam kasus ini, balas dendam itu lebih logis daripada menyakiti seseorang yang tak melakukan kesalahan apa-apa pada orang lain."

Lalu pikiran rasional bilang, "Hey, gadis bodoh. Orang jahat itu seringkali tak punya alasan untuk melakukan kejahatannya. Bahkan barangkali, seseorang jahat karena ia tidak tahu kalau yang dilakukannya itu jahat dan akan membabat habis pertahanan hidup seseorang."

Entahlah ia ini seorang Kantian atau Hobbes. Tapi ia masih menyimpan banyak pertanyaan soal, "mengapa kamu tega begini," dan "mengapa kamu melakukan itu..."

Yang jelas, hal paling menyakitkan dari pengkhianatan adalah, dia yang menyakiti kita adalah seseorang yang sama sekali bukan musuh.

Rasanya, di sekelilingmu ada banyak oksigen. Tapi nafasmu tetap sesak. Ada yang salah dengan kemampuan bernafas yang selama ini dimiliki.

Mungkin perasaan ini disebut patah hati karena kita benar-benar merasa ada organ di dalam dada yang terasa nyeri. Seperti ada yang sedang patah dan terinfeksi pelan-pelan sehingga sakitnya menguasai seluruh tubuh hingga membuatnya terlalu lumpuh untuk bangkit.

Ada banyak tempat di dunia, tapi rasanya segala sesuatunya jadi sempit.



Ada banyak hal yang bisa dibangun di dunia ini, tapi satu orang saja bisa meruntuhkannya berkeping-keping, bahkan sebelum dunia itu benar-benar bisa dibangun sepenuhnya.

Kaki yang nyaris lumpuh ini tak bisa melangkah ke depan lagi. Padahal selama ini, banyaknya beban di pundak telah membuat jalan semakin lambat.

Di saat yang lain mampu untuk bermimpi, gadis bodoh itu hanya bisa terus berjalan karena di depan rasanya begitu gelap dan ia hanya punya pilihan untuk melanjutkan perjalanan tanpa tahu akan berakhir kemana.

Ingatan mulai mengental di sana sini. Gadis bodoh itu tahu betul bahwa ia yang menyakitinya tahu bahwa si gadis bukanlah orang yang baik-baik saja sedari awal.

Ada lebam di sana-sini hasil dari peperangannya di masa lalu. Ia tahu bahwa pertemuannya dengan si gadis terjadi saat gadis bodoh itu dalam keadaan babak belur. Terlalu babak belur, namun masih terus hidup dengan sisa daya yang dipunya.

Ia yang menyakiti hatinya adalah orang yang awalnya menawarkan perban untuk membalut luka yang darahnya belum kering.

Ia yang menyakitinya adalah seorang penuh kasih yang tak pernah meninggikan suaranya di atas orang lain dan orang terbaik di antara sekian banyak orang yang pernah berpapasan dengan si gadis bodoh saat itu.

Setidaknya, ia adalah orang yang menawarkan rumah yang hangat di saat udara di luar terlalu dingin. Ia adalah rumah yang menawarkan sejuta peluk agar membuatmu tidur nyaman tanpa mimpi buruk. Istimewanya lagi, ia juga menawarkan kasih seorang ibu yang di dalamnya ada telaga doa dan kesabaran luar biasa yang bisa diselami.

Sehingga pikiran si gadis bodoh saat ini adalah menolak untuk percaya bahwa ia benar-benar menyakitinya. Mana mungkin orang sebaik itu memilih peran antagonis dengan lakon, "tidak sengaja menyakiti," "klilaf," dan berbagai peran klise lain dalam opera sabun yang kita ragukan kualitasnya.

Saat ini, di tangah segala perih, si gadis bertanya pada setiap nafas sesak yang tersisa, "adakah cara yang tepat untuk mengakhiri rasa sakit tanpa perlu menoreh kisah tragis di dalamnya?"

Pada akhirnya, ia tak punya pilihan lain. Kaki mungilnya mesti terus berjalan sekalipun penuh luka.

Berjalan, dan entah kemana.

Rumah impuannya pelan-pelan mengecil.

Dan ia tahu bahwa inilah saatnya untuk menghadapi kenyataan bahwa ia mesti berjalan sendirian lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Kamu?