Minggu, 01 Agustus 2021
Surat dari Manusia yang Tidak Lulus "Quality Control"
Rabu, 07 Juli 2021
Dear Ais...
Halo Ais,
Makasih sudah menulis surat yang menyenangkan untuk kado ulang tahunku. Hatiku hangat membacanya.
Ais, Almarhum Mbah Kakung (kakekku dari pihak ibu) katanya dulu juga punya sawah yang lumayan luas. Tapi, setelah masa penjajahan Jepang, Belanda, dan peristiwa 1965 yang juga berkobar di daerah Boyolali, ia mulai punya pikiran untuk menjual sawah untuk biaya sekolah beberapa anak lelakinya yang daftar PNS Departemen Agama, ABRI, dan sekolah agama. Simbah saat itu berprofesi sebagai kyai yang sangat dibutuhkan orang-orang kampung untuk memimpin segala acara sehingga anak-anak lelakinya didukung penuh untuk jadi priyayi kampung seperti dirinya.
Adik simbah Kakung yang rumahnya di Delanggu Klaten sampai sekarang masih jadi juragan beras yang punya kuli, buruh tani, toko beras, dan bahkan alat-alat pertanian yang komplit. Halaman rumahnya juga sangat luas karena dipakai sebagai tempat jemur gabah. Walau kakak adik dari turunan kyai, adik mbah Kakung lebih milih jadi juragan beras daripada kyai.
Almarhum Mbah Pati (sebutanku untuk keluarga kakek nenek dari pihak bapak) juga petani. Saat mbah Pati sudah mulai tua, mereka membagikan jatah sawah untuk anak-anaknya. Keluarga Mbah Pati di daerah Batangan, Jawa Tengah punya sawah yang lebih luas daripada sawah milik Mbah Kakung.
Sayangnya, bapakku tidak tertarik jadi petani. Begitu dapat jatah sawah dari orangtuanya, bukannya menggarap sawah, bapakku malah langsung menjual sawah itu ke saudaranya sebagai bekal untuk sekolah ke pesantren. Bapakku sejak kecil tidak bisa membayangkan bahwa ia adalah seorang petani. Ia lebih suka jadi anak sekolahan, seperti Si Doel. Jadi, bapakku tumbuh sebagai pemberontak kecil dibanding kakak dan adiknya. Ia satu-satunya yang mengenyam pendidikan formal sampai SMA dan memutuskan untuk merantau ke Jakarta. Di Jakarta inilah bapakku diperkenalkan oleh teman sepengajiannya dengan ibuku. Aku masih mencoba untuk mencari tahu kenapa bapakku tidak kuliah kalau dia memang senang dengan dunia sekolahan. Aku menduga bahwa ia jadi ikut pengajian tertentu yang membuatnya lebih suka berjihad daripada mengenyam pendidikan formal.
Ibuku anak perempuan bontot nomer 6, pendidikannya tidak terlalu diperhatikan oleh mbah Kakung. Bahkan pas belum lulus SMA, ibuku dipaksa nikah dengan sepupu jauh yang belum terlalu dikenalnya. Pernikahan dini itu melahirkan kakak pertamaku. Pernikahan ibuku berakhir dengan perceraiaan sesaat setelah kakak pertamaku lahir. Dia seperti feminist icon di masanya. Ibuku melakukan perlawanan di saat pemerintah dan orang sekitarnya melakukan represi kepada perempuan berhijab, ibuku berani bercerai di usia 21 tahun setelah menjalani toxic marriage, padahal tahun 70an, perceraian masih sangat tabu di kampung. Derita ibuku tidak berhenti di situ. Pada usia 24 tahun, mendadak ia jadi satu-satunya tahanan politik Tanjung Priok dan mengalami depresi berat.
Saat depresi berat dengan status janda anak satu inilah, akhirnya keluarga merasa bahwa depresinya bisa sembuh kalau ibu menikah. Anehnya, "resep pernikahan untuk menyembuhkan depresi" ini berasal dari dokter penyakit jiwa yang merawat ibuku. Ibuku lagi-lagi menjalani pernikahan yang diatur oleh keluarga. Bapakku pernah cerita bahwa bapak hanya memilih ibu sebagai istrinya lewat foto yang disodorkan oleh seorang ustad. Bagi bapak, sekalipun status ibu adalah janda anak satu dan bapak masih bujangan dengan usia yang lebih muda, ibu adalah perempuan tercantik di antara semua perempuan yang terlihat di foto.
Patriarkisme agama "bermain" di sini. Di saat bapak diberi pilihan soal wajah calon istri, para perempuan tidak diberi pilihan sama sekali karena hak akad ada di pihak keluarga perempuan. Ibuku kaget ketika pertama kali ketemu bapak dan diperkenalkan dengan lelaki yang disebut sebagai calon suami. Sambil bercanda, ibuku tidak menduga suaminya sejelek bapak, haha! Pertemuan kedua mereka adalah di hari pernikahan mereka. Keduanya tidak saling mengenal, pernikahan dengan metode ta'aruf Islami itu juga bukan pernikahan yang bahagia. Bapak dan ibu jarang sekali akur sampai tua sekalipun bisa punya 6 anak. Aku menyebut mereka Tom and Jerry, mungkin mereka merasa bahwa kehidupan runah tangga mereka tidak akan komplit tanpa perdebatan. Sepertinya mereka memang diciptakan berjodoh dengan cara seperti itu. Kalau bukan jodoh, mestinya mereka cerai seperti pernikahan pertama ibuku kan? Aku sih cukup sering minta mereka pisah. Tapi lama-lama aku merasa kalau itu bukan urusanku. Aku membiarkan mereka seperti Tom and Jerry dan bahkan mulai bisa menertawakan hal-hal kecil yang mereka perdebatkan. Saat aku berdamai dengan kondisi yang ada, aku jadi merasa bahwa itu situasi biasa yang tidak perlu dibikin stres.
Membaca surat dan menonton vlogmu, aku jadi bertanya-tanya juga soal nasib. Apa yang terjadi jika kakek dan bapakku tidak jual sawahnya? Apakah aku bisa pulang kampung dan berkebun sepertimu juga? Saudara bapakku di Pati sana masih banyak yang jadi petani. Sekalipun tidak berpendidikan formal, mereka jauh lebih kaya dari bapakku. Aku pernah menanyakan pertanyaan itu ke bapak, bapak bilang kalau bapak jadi petani, aku tidak mungkin ada karena bapak tidak akan bisa menikah dengan ibu. Aku ada di dunia ini karena keputusan-keputusan nekat bapak ditambah campur tangan keluarga ibu.
Terus terang aku tidak tahu bagaimana bapak dan ibu menjalani pilihan-pilihan hidupnya. Setelah aku menikah, aku merasa bahwa berdebat dengan pasangan itu sesuatu yang tidak nyaman. Aku dan Ben lebih banyak tertawa. Bahkan aku yang dulu sering mimpi buruk pun bisa mimpi sambil ketawa. Aku dan Ben tidak pernah saling marah lebih dari sehari. Kami akan membahas masalah kami, berlomba untuk minta maaf, dan berpelukan. Kami memilih untuk membicarakan masalah kami daripada menghindari atau justru memperdebatkannya. Aku memilih untuk punya kehidupan pernikahan yang berbeda dengan orangtuaku dan ternyata berhasil. Jadi, selama kita masih punya pilihan-pilihan lebih baik dari yang orangtua kita jalani, aku kira hidup kita akan baik-baik saja.
Jika di kampung sana banyak yang mendorongmu untuk jadi PNS, tentu kamu punya pilihan-pilihan untuk menjalani hidupmu sendiri. Jadi Liziqi Bugis pun keren.
Saat ini situasi di Jabodetabek kacau sekali. Semua orang sibuk dan sakit. Jika temanku tidak sakit, pasti dia sedang sibuk urus anggota keluarganya yang sakit. Kami berharap situasi chaos itu tidak dituntut oleh bos yang tidak peduli dengan situasi yang ada, yaitu bos yang merongrong stafnya untuk produktif di saat situasinya parah sekali.
Sekalipun aku dan Ben sehat, tapi banyak teman-teman kita yang positif covid. Bahkan Kak Ari istri Andreas Harsono juga sakit. Kita sempat ngobrol di google meet untuk saling tanya kabarnya. Mereka seperti orangtua angkatku di Jakarta, jadi aku ikut sedih kalau salah satu anggota keluarga mereka sakit.
Aku dan Ben tidak punya jaring jaminan sosial yang mempuni untuk back up kami jika salah satu atau kami berdua kena covid. Kemana harus isolasi mandiri? Berapa biayanya? Tabungan kami terbatas sekali dan alokasinya untuk kebutuhan perumahan yang sedang kami upayakan. Sistem kesehatan sudah kolaps, yang bisa kita lakukan hanya hati-hati, vaksin, protokol kesehatan, dan tetap bahagia.
Semoga situasi pandemi di sana tidak separah di sini.
Aku berharap juga, standar hidup ideal orang di sekitarmu tidak membuat kamu merasa harus melakukan penyesuaian-penyesuaian prinsip yang tidak membahagiakanku.
Hiduplah dengan lebih percaya diri dan berani.
Selamat ulang tahun Ais!
Depok 7 Juli 2021
Banu.
Rabu, 29 Januari 2020
Sebuah Cerita tentang Si Sedih
Minggu, 22 Desember 2019
Bagaimana Mungkin
Kamis, 25 Juli 2019
Aku pada Post Hijab
Senin, 27 November 2017
Lelaki Pusat Dunia
Rabu, 01 Maret 2017
Makan Baksomu!
Sesaat setelah aku membentaknya, ia meraih piring dan makan dengan tenang seperti anak penurut yang takut pada ibunya.
Aku menyesali pilihanku menggunakan nada tinggi untuknya. Tapi ia tampak tak mengeluh. Untuk ke sekian kalinya, beberapa menit setelah ia menuntaskan makan malamnya, ia mengulang pertanyaan yang sama lagi.
Kali ini pertanyaan personal, bukan lagi soal tulisan.
"Kok bisa ya kamu mau sama saya?" tanyanya dengan mata berbinar penuh kebahagiaan.
Kamis, 16 Februari 2017
Aku Mau Menunggu, Asal...
Sabtu, 16 Mei 2015
Musimnya Bisnis Muslim Musliman
Selain munculnya kost muslim, ada pula kost yang menolak mahasiswa dari Indonesia Timur. Berkat sikap eksklusif orang Islam dan Jawa, Non Muslim dan Orang Timur sulit mencari kostan.
Fenomena itu ada juga di Solo, dan aku yakin ada di banyak kota lainnya. Kost khusus Muslim dan Muslimah bermunculan dengan berbagai aturan yang sangat ketat soal lelaki dan perempuan, jam malam, dan sebagainya.
![]() |
Buat apa? |
Bayangkan jika di sebuah kota mulai bermunculan Kost khusus Islam, Kost khusus Katolik, Kost Khusus Kristen, Kost khusus Budha, Kost khusus Hindu, dsb. Kapan umat beragama bisa berdampingan dalam satu rumah nantinya? Tanpa berhubungan baik dengan yang beda pandangan agama, susah untuk berprasangka baik kepada hal yang berbeda. Intoleran jadinya.
Hitung saja dirimu sendiri, berapa teman beda agama yang kamu kenal? Berapa yang bisa benar-benar akrab?
Jika konon agama yang dianut adalah agama sempurna, dan umatnya jadi mayoritas, kenapa mentalnya begitu insecure? Gampang amat merasa terganggu sama umat agama lain. Kalau emang sempurna dan jumlahnya banyak, mestinya lebih tangguh, bisa jadi pelindung yang lemah, bisa membuktikan bahwa agamanya adalah agama yang membawa kabar gembira.
Kalau mau bawa nama Islam, mestinya diwujudkan dengan keberpihakan kepada orang miskin, penolong mereka yang tak punya rumah, penghormatan kepada perempuan, perlindungan kepada Non Muslim, dan hormati Hak Asasi Manusia yang telah ada di Piagam Madinah jaman Rasul. Mau sampai kapan sih agama ini dijadikan alat kekuasaan, ngurusi privasi orang, nyerewetin persoalan kelamin, dan hal printilan yang mestinya jadi urusannya individu sama Tuhannya?
Ini yang dibahas baru soal kost berlabel khusus Muslim. Masih ada lagi komoditas bisnis lain yang jualan agama sebagai daya tarik. Bank, Hotel, Perumahan, Bimbel, Fitnes, Laundry, dsb. Seolah mengemban label Islam itu gampang. Justru karena mengklaim jadi agama sempurna, maka beban yang ditanggung umat Islam jadi lebih berat. Malu kalau bawa nama Islam tapi bikin sistem yang merugikan orang lain.
Hypatia -filsuf perempuan yang akhirnya dibakar oleh orang-orang Kristen Alexandria- berkata pada para pejabat yang sedang ingin mengkristenkan semua penduduk, "Jika agama baru ini (Kristen, atau yang saat ini dikenal dengan Katolik) memang sebuah kebenaran, apakah perang agama ini adalah bukti bahwa agama ini akan menjadi lebih baik dari Agama sebelumnya (Yahudi dan Penyembah Dewa Yunani)?"
Mestinya bisa belajar dari agama sebelumnya. Tapi ya gitu, sibuk urusi masalah printilan yang sebenernya otomatis bisa harmonis kalau sistem yang dibangunnya bener.
Kita sudahi saja sesi curcol dini hari ini.
Sekian.
Selasa, 11 Maret 2014
Kenapa Belakangan ini Aku Tidak Produktif Nulis?
Sebenarnya aku punya target dalam menulis. Secara profesional maupun sekedar di blog. Beberapa orang menagih tulisanku di blog. Terharu sekali ketika salah satu follower blog mengirimkan email yang isinya bertanya kenapa alu jadi jarang sekali menulis.
Itu terjadi karena beberapa faktor. Anggaplah ini sebagai sebuah pembelaan diri. Faktor-faktor itu adalah :
1. Laptopku mulai ngambek.
Usianya sudah 3 tahun. Baterainya sudah mati. Pun wifinya. Parahnya lagi, setiap kali tersenggol atau berubah posisi, layar laptop blank atau kursornya macet. Pernah di servis dan habisnya banyak. Setelah garansi servis habis, laptopnya ngadat lagi. Hal itu bikin aku...
2. Malas
Tentu saja, saat sedang asik nulis tiba-tiba laptop mati. Lalu aku kesal dan ide ku seketika meleleh semua. Aku harus menyambungkan internet lagi. Kadang tidak selalu lancar. Modem mesti di uninstal dulu dan instal lagi untuk bisa berselancar lagi. Biasanya juga mati lagi setelahnya. Bikin malas luar biasa. Bahkan untuk sekedar buka laptop pun aku benar-benar malas. Itu mengakibatkan...
3. Kehilangan Kepercayaan Diri Menulis
Menulis itu mesti biasa. Apa saja bisa dijadikan tulisan postingan di blog. Semudah kita tulis status Facrbook atau ngetwit. Cukup dipanjangin dikit biar tjakep. Tapi aku sekarang kehilangan kepercayaan diri. Logika menulisku dan kemampuan berargumentasiku melemah. Daya risetku ditentukan sekali oleh kinerja internet dan laptopku. Aku jadi miskin data dan perspektif. Apalagi aku sekarang menghabiskan banyak waktu di twitter yang isinya penulis-penulis bagus. Aku jadi minder, siapalah aku ini :((
4. Blogger, Gmail dan kawan-kawannya
Blog ku awalnya terkunci. Bisa menulis tapi gagal diterbitkan. Lalu setelah dibuka, temanku yang servis blog ku bilang layoutnya harus diganti. Layout ku yang dulu sangat indah dan manis. Bikinan mantanku. Dan terpaksanya ganti layout. Setelahnya, aku tidak bisa kirim email entah kenapa. Aku merasa didiskriminasi google dan aku juga jadi merasa gaptek. Karena orang lain tidak pernah mengalami apa yang terjadi di akun ku sehingga mereka pikir aku yang salah. Aku malah ditanya macam-macam hal teknis yang tidak aku tahu.
5. Bosan Kuliah
Kuliahku semester ini sangat menjenuhkan. Aku ingin skip semester ini tapi aku pikir itu percuma karena toh nanti harus ikut mata kuliah itu lagi. Rasanya aku tidak dapat apa-apa di kelas. Bahkan aku tidak bergairah untuk baca buku. Rasanya hari-hari kuliah hanyalah mengejar absensi dan restu dosen belaka. Benar-benar menyebalkan.Bosan kuliah ini sangat memengaruhi mood ku. Karena itu akan membawaku pada poin nomer 2.
6. Menahan diri untuk tidak curhat
Setiap kali aku ingin menulis blog, aku menyimpan hasrat di dalam dada untuk curhat. Karena kondisi ku sedang tidak stabil dan aku rasa tidak tepat jika menampakkannya di muka publik. Ah sial ini curhat juga. Tapi apa boleh buat.
7. Suka Tidur
Karena tidur adalah solusi dari lelahnya pikiran. Aku juga heran, setiap kali pulang kuliah rasanya lelah sekali padahal otakku tidak sedang diajak berlari kencang. Mungkin karena memang jenuh kuliah sehingga aku mencari pelarian dengan tidur. Tidur mengurangi waktu baca ku juga. Dan aku merasa sangat bodoh. Tapi aku lelah dan tak tahan untuk tidak tidur. Kecuali kalau terpaksa ada kegiatan di luar. Tapi aku akan lelah juga setelahnya. Dan tidur lagi...
8. Ignoring
Kalau sedang melewatkan sesuatu yang seharusnya aku perjuangkan, aku pura-pura seolah tidak butuh. Biasanya aku tulis semuanya tapi kini tidak. Lalu aku tersiksa dirajam rindu. Ah... Sudahlah...
9. Nulis lewat android nggak enak
Iya, layarnya kurang gede. Touchscreen nya bikin typo mulu. Huft banget!
Itu aja deh. Udah kebanyakan alasan. Hihihi...
Love you Lov!!
Ps : Lihat mukaku... Ekspresi pusing tiap hari. Hiks...
Selasa, 14 Januari 2014
Ketika Memunggungi Mimpi
Jumat, 13 Desember 2013
Aku dan Berhala-berhala
Selasa, 12 November 2013
Melintasi Ketakutan
Jumat, 11 Oktober 2013
Buat Rasyid Hamid : Maaf untuk 30 Agustus yang Terlewatkan
Kesalahan terbesar kali ini berbentuk: "Aku tidak ingat bahwa aku lupa."
Disadari, bahwa kehidupan meniscayakan kita berhadapan dengan berbagai hal yang membuat kita kuat, hal itu bernama masalah. Ia datang seperti anyaman yang terbentang dan menghalangi pandangan mata. Membuat kita abai, bahwa di depan kita masih ada banyak hal yang bisa dilihat dengan senyuman.
Cid, serius deh, aku sering merasa bahwa salah satu hadiah terbaik yang Tuhan berikan adalah kamu, laki-laki baik-baik yang jadi sahabatku tanpa alasan-alasan pragmatis yang menjemukan. Bagiku, kamu masih Laki-laki paling tulus, paling besar maafnya dan paling available dalam hidupku. Kan kamu udah jadi semacam bagian dari keluarga ku, Jadi, aku tidak perlu lagi memilah-milah, mana yang kepentingan keluarga mana yang kepentingan kita. Sama saja. Sadar apa nggak kalau kamu memang seperti itu. Tanya Nila deh kalau kamu nggak percaya tentang kebaikan mu sendiri.
Saat aku bercerita, aku suka memperhatikan ekspresimu yang datar, seperti laki-laki semestinya. Kedataranmu yang menampakkan kekuatan itu punya sesuatu yang membuat aku merasa harus tegar (apa sih ini bahasanya -__-). Aku sering dengar kamu mengucapkan hal klise, "Sabar ya yu... blablabla." Walau klise, aku tahu bahwa kalimat itu lahir dari rahim ketulusanmu. Bukan berarti aku menuduhmu punya rahim lho ya. Tentu saja, ini konotasi.
Aku tahu aku telah melakukan kesalahan fatal. Hampir 5 tahun kita bersahabat, aku malah tidak menghitung, berapa kali aku melupakan ulang tahunmu. Aku mengingat namamu tiap hari, terutama tiap kali aku lapar, butuh teman makan, sedih, bosan, kesepian, cemas, terlalu gembira, tidak tahu harus mengisi waktu dengan apa, mengabarkan sesuatu, punya ide yang konyol, semua update terkini rasanya selalu aku bagi denganmu. Makanya, rasa bersalahku menggunung.
Mengingat itu semua, makin membuat aku merasa, aku adalah sahabat yang tidak begitu berguna di hidupmu. Barangkali kamu terpaksa memungut dan mengadopsi aku jadi sahabat cuma karena aku terlalu imut untuk diabaikan. Jujur aja, emang gitu kan?

Rasyid Jomblo. Mahasiswa Desain Komunikasi Visual Paramadina yang super kece. Yang minat, PM me. Sumpah. Orangnya Baik banget! Twitternya @rasyidhamied. Follow ya. Mumpung hari jumat, #FF in sekalian. Walau orangnya nggak suka twitteran, tapi pasti dia baca.
Kamis, 15 Agustus 2013
Lebih dari Sekedar Lembaran Hari-Hari Liburan Lebaran
Aku mau share sesuatu...
Tentang, Sepinya Lebaran kali ini.
Sekarang Mahdi dan Tarell yang dulu sering aku tuduh sebagai anak-anak manja lah yang meneruskan tradisi itu. Walau lokasi jualan dan frekuensinya nggak sesering kayak dulu. Tapi tetep aja, jualan di pinggir jalan gitu capek banget. Aku bersyukur bahwa mereka mau dididik oleh keadaan. Di dalam pikiran mereka juga terpikir, "Kalau bukan kita, siapa lagi?"
Aku jawab, "Iya donk, Mahdi kan tahun ini atau tahun depan mau kuliah, Tarell juga masih sekolah. Harus gitu kalau hidup mau terus jalan."
Sebenernya aku mau jawab, adekku kan wiraswasta, bukan pegawai kantoran kayak kamu yang punya hari cuti. Jadi yang menentukan libur atau nggak nya liburan itu bukan waktu, tapi diri sendiri. Tapi supaya damai, aku bilang gitu aja.
Barangkali, beberapa orang menyayangkan, kenapa anak sekolah harus tetap bekerja padahal seharusnya mereka fokus belajar. Bagiku dan bagi keluargaku, sedari kecil seorang anak harus diajarkan untuk memahami kondisi perekonomian keluarganya. Agar Ia tumbuh jadi anak yang tidak penuntut dan tidak iri terhadap kemudahan-kemudahan finansial yang didapatkan oleh teman sebayanya. Anak juga harus diajari mandiri dan survive agar kelak Ia tidak jadi generasi memble dan bermental pejuang. Sebenernya, kami bukan keluarga yang miskin secara finansial, tapi kami hanya harus berusaha lebih keras dalam hal finansial. Apalagi sejak Ibu sakit dan harus selalu di kursi roda.
Kalau ada yang nanya lagi, emang nggak kasihan kalau adek-adekku harus jualan? Aku akan jawab, kasih sayang ku bahkan bertambah-tambah pada mereka. Bukan sekedar rasa kasihan. Kalau mereka nggak begitu, aku malah kasihan sama mereka, nggak bisa ngikutin jejak kakak-kakaknya yang pas seumuran mereka juga bantuin Ibu jualan. Kalau nggak kenal dunia jualan, bisa jadi mereka nanti akan susah berkembang kedewasaannya, kesadarannya, keteguhannya dalam menghadapi kerasnya dunia. Memang ada cara lain selain jualan untuk mengembangkan hal-hal diatas, tapi yang sekarang ada di depan mata ya jualan. Kalau mereka ada pilihan lain, mereka juga dibebaskan untuk memilih sesuai dengan passion mereka.
Waktu Ibu masih sehat pun, malam lebaran, hari lebaran dan setelah lebaran, kita juga jualan. Karena memang waktu hari-hari itulah dagangan kita bisa laris manis. Sayang sekali kalau dilewatkan. Jadi, disaat orang-orang menghabiskan uangnya untuk belanja hari Raya, kami berusaha "menangkap" uang yang mereka belanjakan.
Kembali ke topik lebaran.
Walau ada aku di rumah, mereka -adik-adikku- nggak nyuruh buat gantiin jualan, melakukan pekerjaan rumah, atau yang lainnya. Saat aku menawarkan diri bantuin mereka, mereka bilang aku nggak perlu bantuin mereka jualan. Aku pikir, kalau aku memang merasa memiliki kesadaran tertentu untuk melakukan sesuatu, maka aku harus melakukannya. Aku memang kikuk saat pertamakali jualan lagi setelah sekian lama nggak jualan. Tapi akhhirnya aku bisa hafal juga semua perubahan harga. Emang, harga produk beberapa ada yang mengalami kenaikan.
Oh iya, bagi yang belum tau keluarga kami punya dagangan macam apa, Ini foto-fotonya, sekalian promosi.
![]() |
Pensil WisudaRp 5000/pc Boneka Wisuda Rp 35.000/pc |
![]() |
Jualannya lesehan gini deh |
![]() |
Jenis Barang Dagangannya Buanyaaak... |
![]() |
Macam-Macam jenis Boneka Bulet. Banyak Varian |
![]() |
Boneka Bulet Rp. 3.000/pc atau Rp 20.000/Lusin |
![]() |
Boneka ukuran tanggung Rp 5.000/pc atau Rp 35.000/lusin |
![]() |
Boneka Pengantin 12cm Rp 50.000/pasang |
![]() |
Boneka Adat Ukuran 12 cm Rp 50.000/pasang |
![]() |
1 Set Kotak Tisue Rp 150.000 |
![]() |
Tempat HP @Rp 10.000 |