Sabtu, 19 Mei 2012

Perjalanan Avantika

Di sebuah desa, tinggallah seorang janda tua dengan anak gadisnya yang bertubuh gemuk dan pemalas. Setiap hari janda tua itu harus bekerja keras menghidupi keluarga sekaligus mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumahnya. Ia amat bersedih dengan keadaan itu tapi juga tidak dapat berbuat apa-apa. Hidupnya yang miskin bersama anaknya yang pemalas telah melemahkan fisik dan membebani jiwanya. 

Setiap hari Ibu tua ini hanya prihatin melihat anak gadisnya hanya bersolek dan makan hingga membuat tubuhnya gemuk. Gadis itu bisanya hanya bangun tidur saat matahari sudah tinggi, bersolek, makan dan hanya duduk-duduk di depan rumah berharap seorang pangeran datang hingga petang menyapa. 

"Avantika anakku, bantulah ibumu yang tua ini nak, apakah kau tidak kasihan melihat ibumu bekerja sendirian?" Keluh ibunya.
"Kalau aku harus bekerja, aku takut nanti tanganku akan jadi kasar sehingga tidak ada seorang pangeran pun yang sudi berdansa dengan ku." Jawabnya sambil terus bersolek.

Beratnya beban hidup membuat Ibu tua itu memutuskan untuk berkonsultasi dengan seorang pertapa yang bijak. Pertapa itu merenung sekejap dan kemudian berkata, "Baiklah, Besok akan ada yang berkunjung kerumahmu. Pastikan kau tidak sedang berada dirumah pada sore hari."

Keesokan harinya, sesuai dengan perkataan sang pertapa, ada seorang prajurit yang berkunjung ke rumah janda itu. Ia tampak kelelahan dan meminta ijin untuk singgah sebentar saat Avantika sedang bersolek di depan rumah.

"Nona, bisakah saya meminta sedikit minuman, saya sangat lelah dan kehausan."
"Ambillah sendiri, ibu ku sedang tidak di rumah. Tidakkah kau lihat aku sedang sibuk?" Jawabnya sambil terus memandangi cermin.
"Tapi aku tidak tau dimana letak air minumnya."
"Ambillah di meja makan." Kata Avantika tak acuh.
Prajurit itu berjalan masuk ke dalam rumah dan kembali lagi dengan segelas air.
"Kenapa engkau terus bersolek nona?"
"Apa urusanmu?"
"Aku hanya bertanya."
"Karena sewaktu-waktu Pangeran Alden yang tampan akan datang dan aku tidak mau dia datang saat aku dalam keadaan buruk rupa."
"Pangeran Alden tidak akan melewati tempat ini dalam waktu yang lama."
Avantika memalingkan wajahnya dari cermin, "Bagaimana kau tau?"


"Aku adalah salah satu prajuritnya. Pangeran saat ini sedang ke Utara untuk mencari Permaisuri dari kalangan biasa. Itu sesuai dengan wasiat suci kerajaan, apabila raja terakhir yang meninggal karena sakit atau karena berperang, pangeran yang akan menjadi raja selanjutnya harus menikah dengan rakyat biasa."
"Benarkah itu? Kalau begitu aku akan ke Utara agar Pangeran Alden mau memilihku. Katakan padaku, dimana tepatnya Sang Pangeran berada?"

"Itu masalahnya nona, aku ini prajurit baru yang tersesat sampai kesini. Aku tidak dapat mengantarkan mu kesana karena aku harus menjalani hukuman ku dulu sebelum dapat bergabung lagi dengan Pangeran Alden."
"Baiklah, aku akan mencarinya sendiri. Besok aku akan berangkat ke utara."

Setelah prajurit pamit, Avantika langsung berkemas dan meminta ijin ibunya untuk ke Utara keesokan harinya. Sebenarnya Ibu tua tersebut sangat cemas berpisah dari anak satu-satunya. Namun karena percaya bahwa ini adalah bagian dari nasehat pertapa, Ia akhirnya mengijinkan.

Avantika membawa bajunya yang Indah-indah dan perbekalan makanan yang banyak sebagai bekal ke Utara. Ia memiliki banyak gaun-gaun Indah karena selalu memaksa Ibunya untuk membelikan gaun bak putri raja dengan dalih untuk persiapan bertemu Pangeran.

Baru berjalan beberapa jam, Avantika sudah kelelahan karena tidak biasa membawa beban berat dan berjalan jauh. Ia juga tidak punya uang untuk menaiki kereta kuda karena Uang Ibunya telah dihabiskan untuk membeli makanan. Akhirnya, untuk dapat mencapai utara lebih cepat, Ia memutuskan untuk menjual sebagian makanannya kepada orang yang lewat agar Ia dapat menaiki kereta kuda.

Setelah berhasil menjual sebagian makanan, uangnya masih tetap kurang untuk menaiki kereta kuda sampai ke utara. Ia tidak mau menjual seluruh makanannya karena Ia takut perbekalannya habis. Akhirnya Ia memutuskan untuk naik kereta di separuh perjalanan dan separuhnya lagi akan ditempuh dengan berjalan kaki. 

Di dalam kereta kuda, Ia masih tetap bersolek sambil makan hingga tak terasa persediaan makanannya menipis. Setelah sampai di separuh perjalanan ke Utara, Ia berjalan kaki dan beristirahat tiap jam karena merasa lelah dan mengantuk. Setiap kali istirahat, Ia merasa lapar hingga saat sampai Utara 2 hari kemudian, semua makanannya sudah habis.

Aku harus mencari tahu dimana pangeran singgah agar segera bertemu pangeran dan makan makanan enak. Pikirnya.

Setelah bertanya pada penduduk lokal tentang keberadaan pangeran. Betapa terpukulnya Ia ketika mendapat kabar bahwa pangeran telah meninggalkan Utara sehari yang lalu dan kini sedang di perjalanan menuju tenggara. Avantika menyesal mengapa Ia tidak menjual semua makanannya dari awal agar uangnya cukup untuk naik kereta kuda menuju Utara lebih cepat.

Tak ingin mengulangi kesalahan yang sama, akhirnya Ia memutuskan untuk menjual salah satu gaun Indahnya agar bisa naik kereta kuda dan membeli sedikit makanan. 

Dengan kereta kuda, Ia segera menuju tenggara untuk menyusul pangeran. Sayangnya, setelah sampai tenggara, pangeran baru saja pergi buru-buru ke Istana lagi dan akan kembali 2 hari lagi. Pasti karena aku membutuhkan waktu lama untuk menjual baju ku tadi. Pikirnya. Ia memutuskan untuk menjual lagi beberapa bajunya agar Ia dapat menyewa penginapan dan bisa menemui pangeran 2 hari kemudian.

Seharian Ia tidak dapat menemukan pembeli karena daerah tersebut sangat miskin sedangkan gaun yang akan Ia jual adalah gaun Indah yang hanya dipakai para gadis kota. Terpaksa Ia berjalan dengan perut lapar ke kota. Beruntung para gadis kota yang juga ingin menemui Pangeran Alden dengan gaun indah mau membeli gaun nya. 

Kini, Avantika memiliki Uang dan bawaanya tidak seberat di hari awal. Baru saja Ia berniat untuk menyewa kereta kuda lagi, namun Ia mengurungkan niat karena takut ternyata pangeran tidak jadi ke Tenggara. Akhirnya Ia memutuskan berjalan kaki lagi sampai ke desa Tenggara meninggalkan kota. 

Sang Pangeran ternyata benar-benar datang kembali. Namun begitu banyak nya wanita yang mendaftar untuk dilihat pangeran sehingga Avantika yang mendapat antrian di akhir merasa sedih karena kehilangan kesempatan untuk bertemu. Apalagi pangeran hanya punya sedikit waktu di desa Tenggara karena gadis-gadis kota selatan yang terkenal cantik juga telah menunggu pangeran. Pangeran akhirnya segera menuju Selatan dan Avantika hanya melihat dengan tatapan sedih kereta kuda Pangeran Alden yang ia kagumi berjalan menjauh dari desa. 

                                                     ***

Avantika memutuskan akan terus mencoba bertemu Sang Pangeran. Akhirnya Ia ke arah Selatan dengan berjalan kaki. Karena mulai terbiasa berjalan kaki, Ia sudah tidak sering beristirahat kecuali kalau sudah waktunya tidur. Jauhnya jarak tempuh desa Tenggara ke kota Selatan membuatnya sering bergaul dengan warga yang rumahnya berada di sekitar jalan hingga banyak yang menawarkan persinggahan dan makanan. Avantika membalas budi baik itu dengan bekerja pada orang-orang yang disinggahinya. Kadang Ia berkebun, mencuci pakaian, memasak, dan melakukan berbagai pekerjaan rumah untuk sementara waktu. 

Ia juga memutuskan untuk menjual semua gaun indahnya dan berganti dengan gaun yang sederhana karena Ia tidak dapat melakukan beberapa pekerjaan dengan gaun indah tersebut. Hartanya yang tersisa hanya 1 gaun Indah dan cermin yang selalu di gunakannya bersolek. Itupun sudah mulai kusam karena sudah jarang di gunakan. Kesibukan dalam perjalanannya membuat Ia hampir tidak memiliki waktu untuk bersolek atau sekedar mematut diri lama-lama di cermin. 

Saat beristirahat di sebuah danau, Ia melihat ke dalam air dan terkejut mendapati tubuhnya mengecil. Tak percaya dengan itu, Ia mengeluarkan gaun indahnya dan mendapati tubuhnya sudah terlalu kecil untuk gaun yang besar. Ia mengeluarkan cermin dan terkejut mengetahui bahwa pipinya tak segemuk dahulu dan lehernya jenjang. 



Walau telapak tangannya kasar, tapi jari-jarinya ramping. Ia hampir tidak menyadari bahwa sebenarnya baju yang Ia kenakan terlalu besar untuk tubuhnya yang ramping. Ia teringat kerja keras dan kebiasaannya saat membantu petani memanen buah-buahan. Dengan upah buah-buahan itulah Ia dapat memperoleh makanan yang sehat sehingga tubuhnya menjadi ramping. Ia juga ingat, kadang Ia terpaksa menahan lapar karena tidak memiliki uang untuk membeli makanan. 

Melihat pantulan dirinya di cermin dan pantulan dirinya di danau, Ia mulai menangis teringat pesan Ibunya yang selalu memintanya melakukan pekerjaan rumah. Ia menyesal karena membiarkan Ibunya bekerja berat sendirian. Akhirnya Ia memutuskan untuk pulang tanpa memiliki keinginan lagi untuk mengikuti sayembara menikah dengan Pangeran Alden.

Ia terus berjalan hingga kelelahan dan jatuh pingsan di kota. Orang-orang membawanya ke rumah Hulubalang yang baik hati untuk diberi pertolongan hingga Avantika dapat sadarkan diri. 

Saat siuman, Avantika membalas kebaikan Hulubalang tersebut dengan bekerja di rumahnya selama berhari-hari sambil menceritakan kerinduannya pada Ibunya. Hulubalang dan Istrinya yang tidak memiliki anak merasa senang dengan Avantika yang rajin. Ia pun meminta Avantika menjadi anak angkatnya dan mengajaknya ke berbagai pertemuan penting sampai ke luar kota. Gadis itu mengiyakan ajakan Hulubalang dan Istrinya asalkan perjalanan ke luar kota tersebut sejalan dengan rumah Ibunya. Kecintaan Avantika pada Ibunya membuat Hulubalang dan Istrinya semakin kagum sehingga Ia memberi Avantika hadiah berupa baju-baju indah. 

Tanpa disadarinya, Hulubalang membawanya ke Istana raja tempat Pangeran tinggal. Ia berfikir bahwa waktunya sudah sangat lama sejak hari pangeran mencari Istri sehingga pangeran pasti sudah mendapatkan Istri. Ia juga tidak mengetahui kabar yang sebenarnya. Ia bahkan sudah tidak menganggap bahwa berita tentang pangeran itu penting. Sekarang tidak ada hal penting lain selain membalas kebaikan Hulubalang dan secepat mungkin bertemu Ibunya. 

Untuk mengisi waktunya, Ia berjalan-jalan di taman Istana sambil membantu para dayang untuk memetik bunga. Avantika juga bermain dengan para putri kecil yang sedang bermain di taman bunga dan membuat para putri senang dengannya. 

Kabar adanya putri angkat Hulubalang yang cantik membuat Pangeran Alden penasaran dan berniat untuk melihat kecantikan Avantika secara langsung.
Pangeran pewaris tahta kerajaan ini terpesona melihat kecantikan Avantika dan berkenalan dengannya. Sejak hari itu, Pangeran memandangi nya dari jauh saat Avantika memetik bunga atau bermain dengan para putri. 

Akhirnya, Pangeran mengundang Avantika untuk makan malam. Avantika begitu tersanjung karena justru saat keinginannya menikah dengan pengeran hampir musnah, Ia malah bertemu dan jatuh cinta dengan pangeran. Tapi di satu sisi, Ia begitu memikirkan Ibunya yang Ia tinggalkan begitu lama.

Ia menyampaikan kegelisahannya pada Istri Hulubalang yang langsung menasehati Avantika untuk memenuhi undangan pangeran terlebih dahulu. Istri Hulubalang mendandaninya bak putri raja. Istri Hulubalang yang dianggap sebagai Ibunya sendiri itu juga membuat telapak tangan dan seluruh tubuhnya halus kembali dengan ramuan kerajaan yang pernah dihadiahkan ratu dahulu. Dengan penampilan seperti itu, Avantika sama sekali tidak tampak seperti Rakyat biasa. Ia telah secantik para Putri kerajaan dan membuat siapapun yang memandang terpesona.

                                                ***

Makan malam pun tiba. Pangeran Alden segera melamar Avantika di depan semua hadirin. Semua orang senang karena akhirnya Pangeran dapat segera dilantik menjadi raja karena telah menemukan calon permaisuri sesuai wasiat suci kerajaan. 





Esoknya, Pangeran Alden menemani Avantika pulang ke rumahnya di tengah hutan itu untuk menjemput Ibunya. Sesampainya disana, Avantika mendapati Ibunya bertambah tua dan sakit. Ia menangis ketika Ibunya hampir tidak mengenali dirinya yang kini telah cantik dan langsing. Setelah menceritakan perjalanan panjangnya, Ia mengajak Ibunya tinggal di Istana.

Sesampainya di Istana, semua sudah siap merayakan pernikahan sekaligus pengangkatan pengeran menjadi Raja. Avantika menjadi teladan para Putri kerajaan karena sikap rajin dan keramahannya pada semua orang. Seluruh penduduk senang dengan pilihan Pangeran Alden ditambah dengan cerita para warga yang dulu rumahnya pernah disinggahi Avantika tentang kerajinannya bekerja. 

Cerita tentang kebaikan sang Ratu Avantika ke seluruh penjuru Negeri. Ia menjadi teladan bagi semua orang dan simbol kecantikan, ketulusan sekaligus kerja keras. Raja Alden dan Ratu Avantika akhirnya hidup bersama dan bahagia. Kerajaan makmur dan seluruh rakyat sejahtera.


Jakarta, 19 Mei 2012
Syahar Banu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Kamu?