Kamis, 29 November 2012

Kontroversi Euthanasia dalam Etika Islam*


Menurut istilah kedokteran Euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan atau mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kemaatiannya. Salah satu jalan untuk melakukan tindakan medis Euthanasia adalah lewat jalur suntikan. Sedangkan Euthanasia secara bahasa berasal dari bahasa yunani “eu” yang berarti baik, dan thanatos yang berarti kematian. Dalam bahasa arab dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau tasyir al-maut.

Beberapa pendapat mengatakan bahwa Euthanasia adalah solusi terbaik yang dapat diberikan pada pasien untuk meringankan beban dari penyakit yang tidak dapat di sembuhkan oleh dokter atau digunakan pada pasien yang tidak memiliki harapan hidup lagi. Namun hal ini menjadi kontroversi tersendiri karena ada yang menyebut juga bahwa Euthanasia termasuk pembunuhan berencana yang ilegal.

Kontroversi mengenai Euthanasia ini tidak hanya terjadi di negara teokrasi yang mempertimbangkan dalil-dalil dari kitab suci, namun juga menjadi polemik di negara-negara yang sekuler dan negara non agama yang mempertimbangkan sisi humanisme dan etika sosial pada umumnya. Sehingga tiap negara memiliki aturan tersendiri mengenai Euthanasia. Negara yang melegalkan Euthanasia adalah Belanda, Swiss, Belgia, dan beberapa negara bagian Amerika seperti Oregon. Beberapa negara seperti Jepang dan Korea bahkan tidak menerapkan hukum tersebut secara tegas. Indonesia, Sebagian besar negara bagian Amerika, China, Inggris, dan India adalah negara yang melarang tindakan Euthanasia dan dengan tegas menganggapnya ilegal secara undang-undang.

Contoh kasus kontroversi tentang Euthanasia yang baru saja terjadi adalah kasus Tony Nicklinson. Ia adalah seorang warga negara Inggris yang pada bulan September lalu berbicara pada media mengenai hak nya untuk mati lewat jalur Euthanasia. Sebenarnya Tony tidak dalam keadaan tidak berdaya. Hanya saja, stroke yang menyerangnya 6 tahun lalu telah melumpuhkannya. Sekarang Ia hanya dapat mengontrol matanya dan dengan kesadaran diri dan tidak dapat memaksimalkan fungsi otaknya untuk dapat memberikan perintah pada anggota badannya yang lain untuk bergerak. Ia dapat berkomunikasi dengan Istrinya, Jane Nicklinson lewat sebuah papan yang berisi kata-kata, kemudian Tony akan mengoreksi deretan kata-kata tersebut lewat lirikan mata. Lewat cara itulah, Tony mengemukakan hak nya untuk mati dengan cara yang dipilihnya sendiri karena dokter telah megatakan bahwa tidak ada lagi harapan baginya untuk sembuh. Sehingga Euthanasia dianggap sebagai solusi dari semua penderitaan fisik yang di derita olehnya. Namun hukum pemerintahan yang berlaku di sana belum melegalkan Euthanasia.

Dalam kasus Tony Nicklinson diatas, sekalipun Inggris adalah negara barat sekuler, permintaan Euthanasia tidak serta merta diberikan begitu saja. Ada pertimbangan-pertimbangan lain di sisi hukum, kemanusiaan, kesehatan dan beberapa orang yang mengikuti perkembangan kasus tersebut juga mempertimbangkan sisi agama. Sampai sekarang, Tony masih memperjuangkan keyakinannya bahwa Euthanasia adalah jalan terbaik yang dapat Ia tempuh untuk mengurangi beban rasa sakit yang Ia rasakan dan beban bagi keluarga yang telah susah payah merawatnya saat sakit.

Di dalam negara yang tidak sekuler seperti Iran dan beberapa negara Arab seperti Arab saudi, mesir dan sekitarnya, Euthanasia hukumnya haram karena dianggap sebagai tindakan pembunuhan. Ada sebuah penelitian yang ditulis dalam sebuah jurnal kesehatan oleh dua orang peneliti bernama  Kiarash Aramesh and Heydar Shadi dari Medical Ethics and History of Medicine Research Center, Medical Sciences dan diterbitkan oleh University of Tehran, Iran. Mereka mengatakan bahwa Euthanasia tidak dapat dibenarkan secara hukum dan agama karena berarti sama dengan pembunuhan.

Pertimbangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertimbangan dari sisi Al Quran sebagai sumber dari segala hukum Islam, Fatwa Ulama, dan Kode Etik Islam dalam dunia kesehatan.

Dalam surat Al Isra ayat 33 Allah berfirman “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar.”

Surat al Maidah ayat 32, “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain , atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.”

Ayat-ayat tentang larangan pembunuhan ini menjadi dasar hukum awal mengapa Euthanasia dilarang dan hukumnya haram.

Sedangkan dari sisi Fatwa, ulama besar Ahlussunsah (beberapa orang menyebutnya wahabi) dari Saudi Arabia Shaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dan Sheikh Bin Baz mengatakan bahwa menghilangkan nyawa seseorang sebelum dia benar-benar mati tidak dapat dibenarkan dalam keadaan apapun. Tidak ada yang berhak mengambil sebuah nyawa manusia selain Allah.

Syekh Yusuf Al Qordowi, Ulama Mesir menyatakan bahwa Euthanasia tidak dapat dibenarkan. Namun menghentikan pengobatan medis karena tidak ada lagi harapan untuk hidup dapat dibenarkan. Sedangkan Dr, Muzammi Siddiqi dari Amerika Utara mengatakan bahwa apabila pasien sudah sangat parah dan tidak ada harapan hidup lagi, alangkah tidak bijak apabila seorang dokter memberikan tindakan Euthanasia. Tapi biarlah pasien tersebut meninggal secara alami.

Dari sisi Fatwa hukum mazhab Syiah, Ayatullah Ali Khamenei dan Ayatullah Nuri Hamedani memfatwakan bahwa Euthanasia dengan alasan apapun adalah haram dan tidak dapat dibenarkan.

Euthanasia di sisi kedokteran sudah diperbincangkan dunia sejak dahulu kala dan menjadi kontroversi dimana-mana karena berkaitan dengan masalah etika, hukum sosial dan pandangan agama. Misalnya dalam Deklarasi Lisabon Kuwait tahun 1981, Euthanasia secara kemanusiaan tidak dapat di benarkan. Dokter tidak mudah melakukannya karena di satu sisi para dokter di tuntut untuk meringankan beban pasien. Selain itu, kode etik kedokteran juga melarang seorang dokter untuk menghilangkan nyawa pasien.

Dari semua pertimbangan diatas, Euthanasia secara etika hukumnya haram atau tidak sesuai dengan etika Islam. Apabila pasien sudah sangat parah tanpa harapan hidup, menghabiskan biaya dan tenaga keluarga, maka mungkin jalur yang di tempuh sebagai solusi adalah menghentikan tindakan medis dan membiarkan pasien meninggal secara alami. Bukan di percepat kematiannya. Namun terlebih dahulu, dokter harus memaksimalkan tindakan pengobatan terlebih dahulu dan lewat kesepakatan dengan keluarga pasien. Hal ini ditempuh agar tidak ada yang merasa dirugikan dengan keputusan yang diambil. 

)* Di presentasikan dalam Mata Kuliah Etika Islam tanggal 29 November 2012.
Dosen : Aan Rukmana

4 komentar:

  1. waktu membaca, aku berharap menemukan contoh negara yang melegalkan atau contoh kasus Euthanesia tersebut pernah dilakukan... trims... (y)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Udah di update. Coba deh baca lagi. Thx masukannya :)

      Hapus
  2. Orang yg menginginkan Euthanasia menurut saya karena dia sudah keadaan putus asa padahal mungkin masih ada cara untuk memperbaiki kondisi pasien tersebut. Keluarga harus lebih memberikan motivasi, perhatian, dan kasih sayang agar pasien tidak putus asa. Butuh kesabaran ekstra.

    Bagi orang beragama yg meyakini bahwa sakit itu bisa mengahapus dosa ia akan sangat terbantu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa tentang biaya yang melambung tinggi juga sebabnya mas.
      Ada juga yang karena emang udah males ngurus orang sakit. hehehe

      Hapus

Komentar Kamu?