Senin, 31 Maret 2014

Kronologi Pas Aku Terkunci di Kamar Mandi

Sabtu minggu lalu, tanggal 22 Maret akan jadi hari bersejarah bagiku. Karena aku bisa keluar dari pintu kamar mandi yang terkunci tanpa harus berteriak maupun dibantu orang lain.

Pukul 8.45 menit, ibuku menelpon. Aku bilang ke ibu kalau aku kuliah pukul 9.45, jadi aku mau siap-siap mandi. Ibu mengerti dan menutup telpon. Kita memang suka mengobrol terutama saat ibu punya bonus telpon Telkoms*l.

Aku tidak langsung ke kamar mandi. Malah meneruskan baca buku The Phanton of The Opera dulu 10 menit sebelum mandi.

Lalalala... Aku mandi deh.

Saat akan keluar dari kamar mandi, aneh sekali, pintu gagal dibuka. Padahal aku tidak menguncinya. Kamar mandi dengan pegangan bulat itu tidak pernah aneh-aneh sebelumnya.

Aku berusaha menenangkan diri. Tidak boleh panik. Tarik nafas dalam-dalam, keluarkan perlahan... Kemudian mencoba berpikir tentang solusi-solusi yang biasanya dipakai untuk menyelamatkan orang yang terkunci dari dalam.

Kemungkinan pertama : Berteriak.
Kamar sebelah sedang menyetel musik keras sekali. Kalau aku berteriak dan orang mendengarnya, mereka akan berusaha menyelamatkanku. Padahal aku tidak suka memancing perhatian orang-orang. Lagipula pintu utama kamarku terkunci juga dengan kunci menggantung di dalam. Penjaga kostan harus memanggil tukang kunci untuk membuka dulu kunci kamar ku baru menyelamatkanku. Rasanya tidak enak berteriak heboh. Lagipula, aku tidak berpakaian lengkap. Tidak membawa handphone ke kamar mandi. Berteriak maupun berharap pada orang lain adalah ide yang buruk. Aku mencoret kemungkinan pertama.

Kemungkinan kedua : Mendobrak pintu.
Mustahil. Pintu kamar mandiku mengayunnya ke dalam. Sedangkan kalau aku mendobrak pintu berarti aku menendang pintu itu hingga mengayun ke luar. Dinding kamar mandiku adalah double triplek yang ada rongga di dalamnya. Aku tidak tahu namanya apa. Teman-temanku sih selalu terkejut kalau tahu kamarku ini ternyata berdinding triplek. Karena penampakannya benar-benar seperti tembok. Kalau ditendang, seluruh dinding sepertinya akan rubuh. Kekuatanku mendobrak pintu juga lemah karena otot ku tidak terlatih. Masa kecilku dihabiskan baca buku dan main catur sehingga aku sama sekali tidak punya basis fisik yang kuat untuk mendobrak. Aku juga jarang olahraga sih. Akhirnya aku mencoret kemungkinan kedua ini.

Kemungkinan ketika : Mencongkel pegangan pintu.
Aku memutar-mutar pegangan pintu bulat itu sampai akhirnya menemukan sebuah baut. Dengan tangan kosong, aku berusaha membuka baut itu. Berhasil! Terimakasih Mc Giver atas inspirasinya. Tapi masih ada satu baut lagi. Jari-jariku rasanya sakit karena sempitnya sela-sela gagang pintu itu. Di dalamnya juga berkarat. Kedua baut yang panjangnya seruas jari telunjuk itu berhasil lepas.

Gagang pintu yang aku preteli
Anehnya pintu masih terkunci. Padahal tempat asal gagang pintu sudah bolong semuanya.

Aku jadi lemas dan haus. Rasanya sudah lama sekali aku di kamar mandi.

Aku mengambil handuk di gantungan dan menjadikannya alas untuk duduk. Rasanya ngos-ngosan sekali. Aku harus istirahat dulu.

Selang beberapa menit, aku berdiri dan mengintip ke pintu yang bolong itu. Mengorek-ngorek kaitan kunci di dalam yang macet. Mencoba mencari alasan kenapa gagang pintu terlepas tapi pintunya masih terkunci.

Aku kembali beristirahat. Mengingat-ingat tentang cerita mengenai orang yang terkunci di dalam ruangan.

Di koran kompas bertahun-tahun yang lalu di topik dunia, aku pernah membaca cerita tentang seorang pekerja yang terkunci di dalam lemari penyimpanan makanan. Ruangan itu dingin sekali. Ia terkunci di dalamnya berjam-jam dan kemungkinan bisa mati beku. Karena dia adalah orang yang optimis dan tipe orang yang berjuang untuk bertahan hidup. Dulunya, dia pernah berlatih tentang survival. Dalam teori survival itu, agar dapat bertahan hidup dalam suhu yang sangat dingin, orang yang terperangkap di dalam ruangan dingin itu harus merendam kakinya. Setelah melakukan itu, dia harus berdiri berjam-jam dengan posisi seperti itu. Seorang pekerja lain akhirnya membuka kunci gudang makanan itu dan terkejut menemukannya menggigil kedinginan. Setidaknya dia selamat. Aku lupa nama dan dari negara mana dia berasal. Aku sudah mencoba googling cerita ini. Tapi tidak berhasil menemukannya. Sudah lama sekali.

Cerita kedua adalah tentang magician yang ahli dalam membuka berbagai kunci. Dia tidak pernah gagal sebelumnya. Aku mendengar cerita ini dari pidato Anies Baswedan di kampus di awal kuliah dulu. Aku lupa nama dan negaranya juga. Pokoknya, magician ini diberi tantangan untuk membuka kunci di sel penjara paling aman sedunia yang memiliki sistem kunci dan pengamanan berlapis. Pintu dalam penjara itu banyak sekali dan sulit ditembus bahkan oleh para ahli kunci sekalipun. Magician ini dimasukkan ke dalam sel penjara dan ditantang untuk membuka tiap kunci di penjara sampai ia bisa keluar dari rutan itu. Sipir penjara yang menantangnya menjelaskan dengan detail sistem apa saja yang digunakan penjara itu di setiap pintunya. kemudian si Magician ditinggal di dalam dan hanya diawasi oleh kamera, mirip dalam tayangan dunia lain gitu deh. Ia duduk berpikir di dalam sel begitu lama sampai akhirnya melambai pada kamera bahwa ia menyerah. Setelah itu, sipir menjemputnya di dalam sel sambil berkata bahwa sebenarnya ia tidak mengunci satu pintu pun. Pikirannya lah yang terkunci, bukan pintu itu.

Aku tidak mau pikiranku yang terkunci di dalam kamar mandi.

Di film action, tokoh-tokohnya sering menyusup di dalam gedung yang diawasi dengan ketat lewat lubang angin yang ada di sekitar gedung. Aku mencari-cari lubang angin yang mungkin. Ini rumah lantai 3. Agak ngeri juga kalau lubang angin yang aku temukan ternyata mengarah keluar rumah dan aku harus melompat, Membayangkannya saja ngeri.

Ternyata ada lubang angin di pintu yang letaknya sejajar dengan siku ku. Lubang angin itu bisa dilepas, terbuat dari bahan plastik tanpa baut sama sekali. Ukurannya kira-kira 40x25 cm.

Aku melepasnya hingga pintu itu bolong.

Aku menemukan kemungkinan keempat : Lubang angin!
Aku mencoba memasukkan kepalaku ke lubang angin. Tidak muat. Kalau kepalaku muat, belum tentu bagian tengah tubuhku muat. Ada kemungkinan di bahu, dada atau pinggul akan sulit keluar. Jika ternyata macet di tengah, aku akan kembali ke kemungkinan pertama. Berteriak. Untuk itu, aku mencoba berpakaian seadanya. Tidak ada kerudung di kamar mandi. Aku bisa menggunakan handuk yang tadinya aku pakai buat alas untuk kerudung nantinya. Sekuriti kostan lelaki. Aku tidak mau dia menyelamatkan aku dalam keadaan tidak pakai kerudung. Sekalipun ini darurat.

Aku mencoba mengatur kepala. Posisiku sudah siap merangkak seperti yang biasanya diajarkan pas pramuka jaman sekolah dulu.

Kepalaku bisa masuk lubang. Tinggal bahuku. Tapi aku sulit bergerak ke depan karena tanganku masih ada di dalam kamar mandi semua. Maka, setidaknya, tanganku harus keluar lebih dahulu dari bahu.

Siku ku lecet. Tak apa, asal bisa keluar. Tangan kanan sudah keluar, saatnya tangan kiri sehingga nanti kaki ku akan berkoordinasi dengan tangan untuk merangkak di tengah lubang angin.

Tangan kiri berhasil keluar.

Bahuku lolos juga, di bagian dada cukup sulit. aku menahan nafas dan berusaha memipihkan tubuh sambil bershalawat untuk menenangkan diri.

Berhasil.

Sekarang pinggul. Ini terasa lebih mudah dari bagian kepala, bahu dan dada. Tapi justru lecetnya semakin banyak.

Seluruh tubuhku, sedikit demi sedikit akhirnya keluar juga. Yeeeey!!!!

Aku langsung minum dan rasanya seperti dehidrasi. Kemudian mengirim SMS ke mbak Wahyu yang kamarnya ada di lantai bawah, memberitahunya aku baru saja keluar dari kamar mandi yang terkunci dan sekarang sudah berhasil keluar. Itu sekitar jam 10.20. Mbak Wahyu yang saat itu libur kerja baru membalas pesan pukul 11.01 karena sedang mencuci, dia bertanya apakah aku masih terkunci atau sudah keluar. Aku jawab kalau aku sudah berhasil keluar.

Dia menelepon. Menanyakan keadaanku. Aku memintanya membawa obat-obatan yang dia punya karena seluruh tubuhku lecet dan tergores semua. Dia bilang sebentar lagi akan ke kamarku di lantai 3.

Aku masih ngos-ngosan dan memandang pintu. Tak lama, mbak Wahyu datang membawa alkohol dan plester luka sambil tertawa bagaimana ceritanya aku bisa terkunci. Dia cukup kaget aku bisa muat di lubang angin sekecil itu. Mbak Wahyu membersihkan luka-lukaku dengan alkohol. Perihnya luar biasa!

Ini lubang anginnya, Lihat lubang di bagian pegangan pintunya
Setelah aku berpakaian lengkap, aku memanggil security kostan untuk membuka pintu yang masih terkunci.

Dia datang dan tertawa, kok bisa-bisanya aku keluar dari lubang angin sekecil itu. Ia mencoba membuka pintu yang terkunci. Gagal. Dia bilang akan memanggil tukang kunci.

Tukang kunci datang. Mengecek pintu itu dan tertawa bagaimana mungkin aku bisa keluar dari lubang angin itu. Dia menggunakan alat-alatnya untuk membuka pintu itu. Berhasil. Pintu kamar mandi terbuka.

Dia bilang akan mengganti jenis pengunci pintunya dengan yang plastik. Pegangan maupun kuncinya.

Aku menyerahkan sepenuhnya urusan kunci ini pada security kostan dan tukang kunci. Aku lemas dan gemetaran. Mbak Wahyu bilang sebentar lagi sarapan sudah siap. Dia masak ayam kecap dan tumis kangkung.

Aku lapar sekali.

Ternyata ayam kecapnya pakai saus tiram. TT____TT

Aku tidak bisa makan sesuatu yang mengandung tiram sekalipun cuma dalam bentuk saos. Sudahlah, makan tumis kangkung saja sudah membuatku bahagia.

Karena, percayalah bahwa makan kangkung memang jauh lebih enak daripada terkunci di dalam kamar mandi.

Minggu, 30 Maret 2014

Kereta Api

Kau bilang kalau suka dengan kereta dan hal-hal yang ada di dalamnya. Kau suka lampu kereta yang menyala terang di sepanjang rel di malam hari. Suka suaranya, kompartemennya, perlintasannya, stasiunnya, penjual pecel, hiruk pikuk orang tiap musim lebaran dan segala tentangnya.

Kau beberapa kali tidur di stasiun saat kelelahan dalam perjalanan pulangmu. Iya, tidur begitu saja di peron berbantal tas tanpa alas apapun. Aku menyebutnya ngawur, kau menyebutnya kesederhanaan. Bagiku tidur dengan cara seperti itu adalah cara jenius untuk memberikan kesempatan pada pencuri untuk merampokmu. Kau bilang bahwa lelah dan ngantuk tidak akan mengurangi kewaspadaanmu dalam menjaga tas yang isinya hanya beberapa helai kaos, satu celana jeans, buku, sikat gigi dan sabun saja. Kau bilang toh kau berpakaian gembel saat itu sehingga mustahil pencuri akan berminat untuk mencuri barangmu.

(source www.wallwuzz.com)
Kau tertawa jail sambil berkata, “Malah kasihan pencopetnya kalau nyuri aku. Udah susah-susah nyuri dapetnya barang nggak berharga.”

Aku lupa bertanya apakah kau sempat ditegur petugas peron atau tidak jika sedang tertidur di lantai peron. Aku sibuk memandangi asap rokokmu.

Karena sudah sering mendengar ceritamu tentang kereta dan beberapa hal memang diulang-ulang. Aku akan menceritakan padamu tentang cerita kereta yang aku tahu untuk mengimbangi ceritamu.

Aku hanya punya satu cerita tentang kereta yang aku dengar kisahnya dari orang lain. Barangkali orang yang bercerita padaku itu mendengarnya dari orang lain lagi dan begitu seterusnya. Aku tidak begitu peduli apakah cerita ini nyata atau fiksi. Kau hanya perlu mendengar. Tidak perlu mempercayainya. Tapi jika kau percaya bahwa kejadian ini nyata, aku akan berterimakasih padamu karena itu berarti kemampuanku dalam bercerita meningkat. Kau harus tahu bahwa melihat kereta api melintas di depan mata setiap hari itu belum tentu memahami segala sesuatu tentang kereta. Aku tetap saja tidak tahu banyak tentang kereta. Aku minta maaf jika aku kurang detail dalam menggambarkan kereta yang aku maksud.

Aku akan mulai ceritanya.

Ada sebuah kereta yang berada di stasiun Gambir. Kau tahu kereta macam apa yang ada di sana kan? Tidak mungkin kereta-kereta ekonomi. Menjadi kereta ekonomi saja sudah bisa memaksa kendaraan lain berhenti saat ia melintas di jalanan, apalagi kereta ini adalah sebuah kereta argo yang membuat kereta ekonomi berhenti dan menunggu untuk membiarkan argo melintas lebih dulu di jalur tunggal.

Kereta ini hendak menuju Stasiun Tugu di Yogyakarta. Jadwal sudah dipastikan. Rel juga aman dari genangan air maupun kendala lainnya. Semuanya tampak baik-baik saja.

Kereta itu hanya perlu melaju terus ke tujuannya.

Ia adalah kereta istimewa. Ada banyak orang penting di negara ini yang pernah menaiki kereta itu atau orang biasa yang hanya sekedar ingin naik kereta api karena jenuh dengan pesawat. Ia begitu menarik dan menjanjikan perjalanan yang menyenangkan dengan kesejukan kompartemen dan pramugari kereta (adakah julukan khususnya?) yang cantik dan selalu tersenyum. Kereta itu sadar betul bahwa ia istimewa, oleh karena itu, ia tahu cara untuk menarik orang-orang untuk melakukan perjalanan bersamanya.

Ditengah jalan, kereta itu keluar dari relnya. Begitu saja.

Ia menerobos rel yang bukan jalannya. Ia pikir rel yang akan ia lewati sudah sempurna. Ia mendengar orang berkata bahwa perlintasan itu sudah aman dilintasi. Namun beberapa orang berkata rel itu jalurnya masih terputus. Ia selalu penasaran dengan perlintasan baru hingga akhirnya memilih untuk mengambil risiko jika ternyata perlintasan itu memang belum boleh dilewati. 

Sayang sekali, ia melanggar aturan tepat disaat ada mobil yang melintas dekat rel.

Melencengnya kereta dari jalur membuat jadwal kereta, mekanik maupun pihak stasiun yang sudah mengatur segalanya jadi panik.

Saat dihubungi oleh penjaga stasiun tentang apa yang terjadi, dengan enteng ia bilang bahwa ia hanya ingin mencoba, sekali-kali, bagaimana rasanya berjalan diatas aspal seperti mobil atau motor, tanpa rel, tanpa kerikil. Ia sudah bosan dengan segala macam konsensus perkereta apian yang memaksanya untuk berjalan hanya di rel. Ia berbohong, tentu saja. Ia tahu dirinya istimewa sehingga merasa berhak melakukan itu.

Mobil yang dihantamnya hancur.

Mobil itu, adalah mobil dengan mesin dan cat yang sudah dimodifikasi. Berjalan sendirian karena ia selalu mencari jalur alternatif untuk menghindari kemacetan dan berbagai kerumunan.

Kereta itu membunyikan klaksonnya sedemikian keras untuk menunjukkan kemarahannya hingga membuat mobil itu makin merasa terpojok dan sendirian. Kereta merasa bahwa mobil itu adalah penghambat perjalanannya ke Jogja. Ia menabrak mobil itu sekali lagi dan meyakinkan pihak stasiun bahwa mobil itu yang telah memecah perhatiannya untuk mencapai stasiun tujuan. Ia bohong lagi. Alasan yang berganti-ganti tiap menit itu tidak dapat diterima pihak manapun.

Pihak stasiun Tugu berkata bahwa keterlambatannya memenuhi kedatangan dengan jadwal yang seharusnya membuat ia dalam masalah besar. Mereka menyarankan kereta ini berhenti di stasiun mana saja yang mau menerima kesalahan kereta yang teledor.

Mobil itu terluka dan ia justru menghukum dirinya sendiri. Mobil berkata, bahwa seandainya jika ia mengikuti kerumunan yang macet dan tidak melewati jalan di sisi rel itu, barangkali… Barangkali ia masih akan baik-baik saja.

Tak ada siapa-siapa lagi di jalan itu. Sepi. Sedangkan kereta harus segera sampai di stasiun. Dengan sisa tenaga yang ada, ia mendorong kereta itu kembali ke jalurnya dan berkata bahwa kereta itu harus terus melaju, jangan berpindah jalur, jangan penasaran dengan apa yang tidak dianjurkan oleh stasiun maupun pihak mekaniknya.

Perlahan-lahan, kereta kembali ke jalurnya, ia melaju kencang mengejar keterlambatan sambil menggerutu. Kereta itu masih bisa berjalan dengan normal. Agak mengherankan, bukan? Sudah dikatakan dari awal bahwa kereta itu adalah sebuah kereta istimewa.

Kereta akhirnya sampai pada stasiun.

Kelanjutan kisah ini adalah, kereta itu baik-baik saja. Melanjutkan hidupnya sebagai kereta argo yang istimewa.

Seharusnya kita mengkhawatirkan mobil itu. Bagaimana keadaannya? Sampai aku menceritakan ini padamu, tidak ada yang tahu tentang mobil ini. Barangkali, seperti halnya si kereta, akan melanjutkan hidupnya juga. Memangnya mobil yang malang itu punya pilihan lain selain melanjutkan hidup dengan sisa tenaga yang ada? Ia bukan pengecut yang melajukan mobilnya kencang-kencang supaya jatuh jurang.

Kau tertawa mendengar ceritaku. Dari awal aku sudah bilang kau tidak perlu percaya.

Kau membuang puntung rokokmu di bawah meja dan pergi. Kau bilang, “Aku ada urusan.”

Aku tahu. Ini saat yang tepat bagimu untuk pergi mengunjungi stasiun lainnya. Menceritakan kekagumanmu pada kereta-kereta ke siapa saja yang mau mendengarkannya. Kau sudah terlalu lama berdiam di sini. Aku pun bukan orang yang mencegah orang yang ingin pergi.

Kita saling berjabat tangan, tersenyum, dan mengucapkan sedikit basa-basi perpisahan.

Sampai bertemu, di perlintasan selanjutnya.