Oke, hari ini aku pengen update tentang kondisi terkini.
UAS, kurang 3 hari lagi. Semuanya take home, belum ngerjain untuk yang hari rabu dan kamis. Mencoba mencari pembenaran tentang deadline pekerjaan yang harus dikerjakan. Deadline-deadline tidak kunjung selesai. Artinya, sumber uang juga jadi kering kerontang. Aku terus mencoba berpikir bahwa menjadi seperti orang kebanyakan ternyata tidak begitu buruk. Maksudku, dalam hal perekonomian, siapa sih yang nggak bokek di jaman sulit kayak sekarang? Iya, ini masalah semua umat bahwa bokek itu adalah hal biasa. Jadi hal itu tidak perlu menyita perhatian yang berlebihan. Walau cukup membawa pada kekhawatiran dan keprihatinan yang cukup mendalam. Sudahlah... Ignore...
Hari ini, aku belum tidur, pengaruh sistem kebut semalam. ngerjain paper 15 halaman tentang pemikiran politik Imam Khomeini untuk mata kuliah Politik Islam Modern. Sebenernya udah dicicil jauh-jauh hari juga. Tapi rasanya halamannya kurang banyak. Pas nyerahin paper di Jurusan dan ketemu Pak Muis, jeng jeng jeeeeeeeeeng....!!! Nama ku nggak ada di daftar peserta UAS! Berarti, aku nggak bisa tandatangan jadi peserta UAS. Pak Muis bilang masalah absensi itu bukan urusan dia, tapi akademik. Aku menuruni tangga dan dengan lemas ke akademik, menanyakan ada masalah apa dengan absensi ku. Akademik bilang, absensi ku failed. Ada 3 kali Izin, dan 4 kali absen. Seingatku, aku nggak sebanyak itu deh.
Aku mencoba bernegosiasi. Gagal, akademik bilang, orang yang aktif di organisasi kampus sepertiku seharusnya tau peraturan bahwa batas maksimal ijin adalah 2. Bukan 3. Padahal, yang memberikan perijinan 3 itu adalah dari Jurusan. Jadi, tanpa bermaksud mengadu domba antara jurusan dan akademik (Masih heran kenapa jurusan menambahkan izin sebanyak 3 kali, which is, maksimal itu 2 kali). Akademik bilang, aku nggak perlu ngulang mata kuliah itu di tahun depan. Karena kemungkinan aku masih punya nilai tugas, keaktifan dan UTS. Akhirnya, dengan sedikit peluang itu, Aku memilih pasrah dan mencoba untuk melihat kemungkinan apa yang bisa aku capai untuk tidak dapat nilai D di daftar nilai akademis. Aku menenangkan diri di lamer. Kirim SMS curhat ke Rasyid dan ke Rizal, g ada yang bales. Tapi, aku pikir, aku nggak boleh membiarkan nilaiku jadi D. Akhirnya, aku ke Jurusan lagi dan coba ngomong sama Pak Muis masalah absensi ku.
Pak Muis malah mengira aku otomatis failed. Aku bilang ke Pak Muis bahwa akademik bilang aku masih ada kemungkinan punya nilai di mata kuliah itu. Akhirnya Pak Muis mencoba mengambil kebijakan yang tidak terlalu merugikan aku yang telah membuat makalah sebanyak 15 halaman. Aku masih berdoa, semoga tidak ada kemungkinan yang buruk. Semoga masih punya banyak keberuntungan dalam keteledoran. Doain ya...
Aku masih ngantuk berat sekarang. Darah rendah menyerang juga. Jadi lemes banget. Harusnya ada rapat redaksi di wisma Kodel jam 2 nanti. Tapi rasanya badanku nggak bertulang. Parahnya, aku makan mie doang di kampus karena pengaruh dari penghematan anggaran. Taulah, kantin di Paramadina itu mahal-mahal. Makan dengan lauk bermartabat itu paling nggak harus sektar 15.000an. Dengan lemas dan keyakinan bahwa aku harus mengerjakan banyak hal lagi. Aku terus melakukan banyak aktivitas. Sambil menghandle hati yang ters berdebar karena persoalan-persoalan pribadi yang sangat rahasia. Aku yakin bahwa aku cuma sekelumit titik kecil di semesta yang nggak akan mati dengan satu dua tiga masalah. Wish me luck.
Oh iya, ATM BCA ku juga keblokir karena kecerobohan ku salah mencet
nomer pin di mesin ATM. How can, aku lupa nomer pin ku sendiri. Rasanya
memang semua kesialan-kesialan ini sumbernya dari kecerobohan-kecerobohan ku.
Saat ini, terdengar klise dan terlalu klasik untuk menyemangati diri sendiri. Tapi di tingkatan ku yang sekarang, ternyata teknik itu lumayan juga untuk membuka mata untuk terus bekerja. Siapa lagi yang bisa diandalkan selain diri sendiri?
#HowStupidIam